Selasa, 22 Mei 2012

Sejarah Singkat Pembentukan Kabupaten Banyuasin

Kabupaten Banyuasin dibentuk berdasarkan pertimbangan pesatnya perkembangan dan kemajuan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan umumnya dan khususnya di Kabupaten Musi Banyuasin yang diperkuat oleh aspirasi masyarakat untuk menlngkatkan penyelenggaraan pemrintahan pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan guna menjamin kesejahteraan masyarakat.

Status daerah yang semula tergabung dalam Kabupaten Musi Banyuasin berubah menjadi Kabupaten tersendiri yang memerlukan penyesuaian, peningkatan maupun pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung terselenggaranya roda pemerintahan.

Selanjutnya, setelah melalui proses pemilihan yang demokratis oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Kabupaten Banyuasin, Ir. H. AMIRUDDIN INOED terpiIih sebagal Bupati definitif Kabupaten Banyuasin Periode 2003 — 2008.
Hasil pemilihan tersebut, kemudian disahkan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia melalui penerbitan SK Mendagri Nomor 131.26-442 Tahun 2003.
Bupati dan Wakil Bupati Banyuasin secara resmi dilantik oleh Gubernur Sumatera Selatan pada tanggal 14 Agustus 2003. Secara yuridis pembentukan Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2002. Berdasarkan UndangUndang tersebut maka Menteri Dalam Negeri RI dengan Keputusan Nomor 131.26- 255 Tahun 2002 menetapkan Ir. H. AMIRUDDIN INOED sebagai Pejabat Bupati Banyuasin.

Kabupaten Banyuasin adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatra Selatan. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari Kabupaten Musi Banyuasin yang terbentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun 2002.
Batas wilayah
  • Utara: Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi dan Selat Bangka.
  • Timur: Kecamatan Air Sugihan dan Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
  • Selatan: Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kota Palembang, Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi Kabupaten Muara Enim.
  • Barat: Kecamatan Lais, Kecamatan Sungai Lilin, dan Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.
Pembagian administratif
Kabupaten Banyuasin terbagi menjadi 11 kecamatan:
  1. Banyuasin I
  2. Banyuasin II
  3. Banyuasin III
  4. Betung
  5. Makarti Jaya
  6. Muara Padang
  7. Muara Telang
  8. Pulau Rimau
  9. Rambutan
  10. Rantau Bayur
  11. Talang Kelapa

Arti Lambang Kabupaten Banyuasin



LOGO KABUPATEN BANYUASIN
Makna Warna
Warna Biru : Menghimpun
Warna Hijau : Subur Makmur
Warna Kuning : Tentram
Warna Putih : Suci Pertumbuhan


Lambang Prisai - Bertuliskan Banyuasin
Perisai adalah lambang perlindungan sebagai pertahanan, perisai tertuang pada logo, dibagi 6 area melambangkan Kabupaten Banyuasin dilindungi 6 unsur Bagian Pertahanan Negara.
1. AU 2. AL 3. AD 4. Kepolisian 5. Sipil 6. Kabupaten Baru

Bintang
Melambangkan agamis : meskipun Banyuasin terdiri dari berbagai agama tetapi tetap saling menghargai & Berketuhan Yang Maha Esa.

Sawit, Minyak, Karet
Melambangkan potensi Sumber Daya Alam yang berpotensi Daerah Banyuasin terdapat Sumber Kekayaan Alam yang patut ditumbuh kembangkan dimasa mendatang.

Gelombang Biru
Melambangkan Kabupaten Banyuasin memiliki Potensi Kelautan

Tudung Adat (Tudung Saji) = SK Berdirinya Kabupaten Banyuasin
Melambangkan Suatu Badan Adat yang berperan Sebagai Pelindung dan sebagai tempat Musyawarah & Mufakat
Warna merah melambangkan masyarakat Banyuasin berkemauan keras semangat & tekat untuk membangun atau menyelesaikan permasalahan.

5 Rantai Kiri dan Kanan
Melambangkan pengikat hubungan masyarakat dan falsafah antara dulang dan tudung saling mengikat tidak terpisahkan sebagai pemersatu masyarakat Banyuasin.

Dulang
Melambangkan Wadah Pemersatu dan Kekeluargaan Masyarakat Banyuasin

Tangkai Buah Padi dan Sekutum Bunga Kapas
Melambangkan kesejahteraan bagi masyarakat Banyuasin

9 (Sembilan) Garis Biru
Melambangkan di Kabupaten Banyuasin mengalir sungai sebanyak 9 anak sungai

Moto Sedulang Setudung
Sedulang Setudung adalah Bahasa bahasa Daerah yang melambangkan bahwa Masyarakat Banyuasin dalam membangun Daerah didasari tekad kebersamaan, pita putih melambangkan kesetiaan dan keluhuran.

Tulisan Kata Banyuasin
Menyatakan Nama Daerah

Betu Beleh Betu Betangkop

Dahulu kala di sebuah desa di pangkalan balai hiduplah seorang janda denngan kedua anaknya. Anaknya yang pertama berumur 10 tahun dan anaknya yang kedua masih bayi. Mereka telah menjadi yatim.
Ibunya mencari nafkah untuk kedua anaknya yang masih kecil-kecil itu. Mereka hidup sangat sederhana. Mereka mencari apa saja yang ada di hutan untuk dimakan. Ibunya juga mencari ikan di sungai dan dapatlah seekor ikan mas besar. Dibawanya ke rumah lalu dimasaknya. Tertapi ikan ma situ belum dimakan dan disimpan dalam lemari.
Sore hari ibu mencari jangkrik di hutan untuk dimakan. Selam berjam-jam ia mencari jangkrik untuk menjadi samtapan bagi mereka atau pun dijual. Hasil penjualan jangkrik dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Setelah ia medapatkan jangkrik yang banyak ia pulang ke rumahnya. Dilihatnya makanan telah habis. Anaknya yang bersikap kurang ajar kepada ibunya. Jangkrik-jangkrik yang ditangkap dari sore hingga malam itu dilepaskannya saja. Apa boleh buat. Ibuhnya menangis karena sikap anaknya yang kurang ajar terhadapnya.
Ia pun pergi ke hutan dan menangis di balik batu besar.
“Ya uhan, alangke kurang ajar anakkum temukelah aku dengan batu betangkop, gek aku ditelannya dem tu ak ketemu lagi dengan anakku.”
“Kau diamlah. Aku batu betangkop yang kau cari. Aku akan menelanmuj jika kau mau,” ujar batu besar uyang ia duduki.
Seketika batu itu terbelah dan menelan ibu itu dan hanya jari ibu yang tersisa di luar batu. Anaknya mersa bersalah akan kelakuakn yang ia perbuat pada ibunya. Ia lalu mencari ibunya di huan. Sambil menggendongg adiknya yang masih bayi. Ia menjerit memanggil ibunya.
“Umak…Umak kau di mane oi umak, aku tak sengaje kurang ajr deng umak,”jeriytnya
Lalu ia treingat dengan omongan ibunya mengenai batu betangkop yang ada di hutan. Ia mencari bau tersebut sambil bertembang
“Betu belah, betu betangkup, jengan kau telan umakku, kau di mane.”
I menjerit selalu me,mangggil nama ibunya dan tak henti-hentinya bertembang. Adiknya menangis karena kelaparan ingin menyusu dengna ibunya.
Tiba=tiba sebuah batu besar memangilnya.
“Umakkmu sudah kumakan. Potonglah jempol tangan umakmu ini untuk adekmu,” ujar batu.
Dipotongnyalah jempol ibunya untuk menjadi pengganti ASI dari ibunya untuk adiknya. Ia berlari meninggalkan hutan dan mengingat kejadian itu sampai tua.

Asal Usul Tari Seluang Mudik

Dahulu kala di tepian Sungai Musi, di sekitar Desa Rantau Bayur dan Tebing Abang, tinggallah seorang bujangan yang hidup sendirian. Bujangan ini biasa dipanggil penduduk dengan sebutan Datuk Arenan. Karena usianya sudah sangat lanjut dan seumur hidupnya belum pernah menikah, tidak jarang orang menggelarinya dengan sebutan bujang tua.
Pekerjaan sehari-hari Datuk Arenan adalah mencari ikan di sungai. Ia mencari ikan dengan menggunakan ambat (rawai). Ambat adalah alat untuk mencari ikan yang dibuat dari rotan yang panjangnya sekitar 50 – 100 meter yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar. Di setiap 1 meter diletakkan kail yang diberi umpan. Pada bagian pangkal ambat diikatkan di pohon besar di pinggir sungai. Sementara di bagian ujung ambat diberi batu. Untuk mencari ikan ambat dibawa ke sungai dan ujung ambat diletakkan di tengah sungai. Ambat dipasang pagi atau sore hari dan diangkat pagi hari.
Seperti biasanya setiap pagi Datuk Arenan memeriksa ambatnya. Namun, tampaknya hari itu nasib baik tidak berpihak kepadanya.Di ambatnya tidak ada seekor ikanpun yang tersangkut, padahal saat itu sedang musim ikan mudik atau musim ikan kebangaran (mabuk). Pada musim itu biasanya air sungai warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap. Di antara ikan-ikan mabuk itu yang paling banyak adalah ikan seluang. Ikan seluang mabuk itu sangat mudah didapatkan. Memang saat itu sedang musim kemarau. Rupanya ikan seluang yang berlimpah itu tidak menarik minat Datuk Arenan dan malah ia memasang ikan seluang sebagai umpan di setiap kail yang ada di ambatnya.
Walaupun ia sempat kecewa tidak mendapatkan satu ekor ikan pun, Datuk Arenan tidak patah semangat. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Datuk Arenan melihat ambatnya. Rupanya, pagi ini Datuk Arenan kembali dibuat kecewa sebab tidak ada satu ikan pun yang melekat di ambatnya. Terpaksalah Datuk Arenan memasang lagi ambatnya dan menganti umpannya dengan yang baru. Setelah selesai, pulanglah ia ke rumah. Keesokan paginya ia periksa lagi ambatnya dan tetap tidak ada satu ikan pun yang ia dapatkan. Peristiwa ini berlangsung terus sampai satu minggu. Akan tetapi Datuk Arenan tidak pernah lelah. Tiap pagi ia terus berusaha dan tidak letih berharap sambil mengganti umpan dan memasang ambatnya.
Setelah satu minggu tidak mendapatkan hasil apa pun, tidak seperti malam-malam biasanya, pada malam itu itu Datuk Arenan tertidur sangat pulas. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi orang tua yang sangat bijak dan bersahaja. Orang tua itu mengenakan pakaian putih bersih, wajahnya berjenggot putih panjang, dan memegang tongkat layaknya seorang wali.
“Hai Datuk Arenan, jadilah Engkau orang yang sabar dan tabah. Besok pagi sekali pergilah Engkau melihat ambatmu dan akan Kau dapatkan keajaiban di sana,” ujar sang kakek.
“Keajaiban apakah yang akan aku temukan?” tanya Datuk Arenan.
“Aku tidak akan menjelaskannya. Sebaiknya Kau lihat sendiri keajaiban itu besok pagi,” jawab kakek.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sang kakek langsung menghilang dan Datuk Arenan pun terbangun dari tidurnya. Ia sangat heran dengan mimpinya karena seumur hidupnya belum pernah ia bermimpi seperti itu. Ia terus memikirkan mimpinya itu dan tidak bisa tertidur lagi. Ia pun tidak sabar menunggu pagi hari.
Untuk membuktikan mimpinya, pagi-pagi sekali Datuk Arernan pergi ke sungai untuk menarik ambatnya. Suasana masih sangat sepi, belum ada satu orang pun yang ia temui di perjalanan. Saat menarik ambatnya, ia melihat pada kail kedua dan ketiga tersangkut alat tenun yang lengkap dan sangat bagus. Diambilnyalah alat tenun itu. Ia pasang lagi ambatnya.
“Bagus sekali alat tenun ini, punya siapakah gerangan? Apakah ini merupakan pesan dari mimpiku tadi malam?” tanya Datuk Arenan dalam hati.
Setelah itu Datuk Arenan pun pulang membawa alat tenun tadi. Karena hari masih sangat pagi, tak ada seorang pun yang melihat ia membawa alat tenun tersebut. Setiba di rumah dibersihkannya alat tenun itu sehingga alat tenun itu terlihat semakin bagus, tidak rusak dan bisa dipakai untuk menenun.
Malam harinya, kembali ia bermimpi didatangi kakek yang muncul dalam mimpinya malam kemarin.
“Datuk Arenan cucuku, hari ini sudah kau dapatkan keajaiaban itu. Akan tetapi besok pagi kau harus pergi lebih pagi lagi dan akan kau dapatkan keajaiban yang tak terbayangkan,” ujar kakek tersebut.
“Keajaiban apa lagikah yang akan aku terima, Kek?” tanya Datuk Arenan.
Sang kakek tidak menjawab, tetapi langsung menghilang. Datuk Arenan terbangun dari tidurnya dan terus memikirkan arti mimpinya itu.
“Apa ya, kira-kira yang akan terjadi besok pagi?” tanya Datuk Arenan di dalam hati.
Karena sibuk memikirkan mimpinya, ia tidak bisa tidur lagi. Seperti hari kemarin, ia pun tidak sabar menunggu pagi hari dan ingin mengetahui apa yang ia akan dapatkan besok.
Menjelang subuh, ia pergi.untuk memeriksa ambatnya. Karena hari masih gelap, ia tidak bertemu dengan seorang pun selama perjalanan ke sungai. Setelah sampai di tepi sungai, ia langsung menarik ambatnya. Benar! Kali ini ambatnya terasa berat sekali, tetapi ia tidak melihat satu ekor ikan pun yang melekat di kailnya. Dengan tidak berputus asa, ia terus menarik ambatnya. Pada bagian ujung ambat, ia melihat sesuatu yang berkilauan melekat di ambatnya. Semakin mendekati ujung ambat, barulah terlihat olehnya seperti kain yang berkibar-kibar berkilauan. Setelah mencapai ujung ambat, terlihat jelas yang melekat di ujung ambat adalah seorang wanita. Ia sangat terkejut. Diangkatnya wanita itu dan dibawanya ke pinggir sungai. Bajunya yang putih berkilauan basah kuyup oleh air dan wanita itu sangat kedinginan. Segeralah dibawanya wanita tersebut pulang ke rumahnya.
Setiba di rumah, Datuk Arenan langsung membuka lemari pakaiannnya. Dicarinya pakaian yang cocok untuk wanita asing tersebut. Kemudian ia teringat bahwa ia pernah menyimpan baju almarhum ibunya. Baju itu sudah lama sekali ia simpan. Dicarinya baju tersebut dan dan ia berhasil menemukannya. Ternyata baju itu masih bagus.
“Ini handuk, baju, dan kain yang bisa kau pakai. Segeralah ganti pakaianmu yang basah itu. Nanti kamu masuk angin,” ujar Datuk Arenan.
Wanita itu menurut saja. Ia menuju kamar dan mengganti pakaiannya.
Sementara itu, Datuk Arenan sangat bingung memikirkan apa yang harus dilakukannya. Mula-mula terbesik di benaknya untuk merahasiakan saja apa yang ia temukan pagi ini. Sesaat kemudian pikirannya berubah. Cukup lama ia memikirkan hal tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk menceritakan apa yang dialaminya kepada krio di kampungnya.
“Ada apa Datuk, panas terik begini Datuk menemui saya. Pasti ada hal yang sangat penting yang ingin Datuk sampaikan kepada saya,” ujar krio.
“Ada hal penting yang ingin saya katakan.”
“Katakanlah, Datuk. Jangan sungkan-sungkan. Saya siap mendengarnya. Kalau memang ada masalah, mudah-mudahan saya bisa bantu.”
“Begini, Krio. Tadi pagi seperti biasa saya memeriksa ambat yang saya pasang. Namun, saya mendapatkan suatu keajaiban Di ujung ambat saya tersangkut seorang wanita yang tidak saya kenal. Sekarang wanita itu ada di rumah saya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dan apakah yang saya lakukan ini sudah benar?”
“Benarkah Datuk apa yang Kau bicarakan?”
“Benar, Krio.”
“Jadi, sekarang ini wanita itu ada di rumahmu?”
“Betul, Krio.”
Cukup lama krio berpikir. Ia pun melanjutkan perkataannnya.
“Datuk adalah seorang laki-laki yang tinggal sendirian di rumah. Akan menjadi aib yang sangat besar kalau Datuk membiarkan wanita itu tinggal di rumah Datuk seperti sekarang ini. Menurut saya, karena Datuk belum punya istri, bagaimana kalau Datuk kawini saja wanita itu. Karena datuk yang menemukan wanita itu, Datuklah yang lebih berhak menjadi istrinya.”
Mendengar ucapan krio, Datuk Arenan sangat gembira. Tidak pernah terbayang dalam hidupnya bahwa ia akan menikah dengan seorang wanita yang sangat cantik dan selama ini kecantikannya belum pernah ditemui pada wanita-wanita di kampungnya.
Tidak lama setelah pembicaraan Datuk Arenan dengan Krio, diumumkanlah berita pernikahan Datuk Arenan. Setelah itu, diadakanlah pesta besar-besaran di kampung itu. Semua masyarakat bergembira. Pada acara perkawinan tersebut, Datuk Arenan dan istrinya mengenakan pakaian adat perkawinan. Istri Datuk Arena yang memang cantik, semakin cantik dangan dandanan pengantin tersebut. Semua warga pun mengakui dan memuji kecantikan istri Datuk Arenan sehingga Datuk Arenan merasa sangat bangga.
Setelah pesta pernikahan usai, istri Datuk Arenan berpesan kepada suaminya.
“Kak, aku ikhlas dan rela menjadi istri Kakak karena kebaikan Kakak yang telah menyelamatkanku. Namun, ada satu permintaanku agar rumah tangga kita tetap langgeng.”
“Permintaan apakah gerangan itu, Dik.”
“Permintaanku tidaklah berat. Aku hanya meminta pakaianku yang pertama kali kukenakan saat Kakak menemukanku hendaknya disimpan dengan baik dan jangan pernah memintaku untuk mengenakannya kembali.”
“Kalau hanya itu permintaanmu, tentulah aku sanggupi.”
Mereka berdua kemudian hidup berbahagia. Datuk Arenan tetap meneruskan kebiasaannya menangkap ikan. Istrinya di rumah saja. Pekerjaan sehari-hari istrinya, di samping malayani suaminya, ia menenun benang menjadi kain menggunakan alat tenun yang ditemukan Datuk Arenan sebelum menemukan dirinya.

****
Selang beberapa bulan kemudian, desa tersebut kedatangan tamu jauh. Tamu yang datang adalah rombongan dari Kesultanan Palembang yang pergi berburu. Karena kemalaman, rombongan pun menginap di desa itu.
Seperti biasa, setiap ada tamu yang datang, masyarakat mengadakan jamuan untuk menghormati tamu. Selain dihidangkan makanan, tamu juga disuguhi dan dihibur dengan nyanyian dan tari-tarian.
Malam itu, semua tamu merasa senang dan mereka sangat menikmati suguhan yang disajikan. Banyak warga yang turut hadir dalam jamuan itu, termasuk Datuk Arenan dan istrinya.
Setelah semua tarian dan nyanyian ditampilkan, para tamu yang terpesona dengan kecantikan istri Datuk Arenan meminta kepada krio agar mengizinkan istri Datuk Arenan menari. Disampaikanlah keinginan para tamu kepada Datuk Arenan. Datuk Arenan merasa sangat gembira. Ia merasa tersanjung dan mendapat kehormatan yang luar biasa.
“Baiklah kalau begitu, kami berdua pamit pulang sebentar untuk berganti pakaian,” kata Datuk Arenan kepada krio yang menyampaikan permintaan para tamu.
“Sebenarnya, pakaian yang dipakai istrimu sudah cukup bagus, tetapi kalau istri Datuk ingin berganti pakaian kami persilakan. Kami semua menunggu di sini,” jawab krio.
Setelah berpamitan, pulanglah Datuk Arenan beserta istrinya. Kerena jarak dari tempat perjamuan menuju ke rumah Datuk Arenan tidak terlalu jauh, sebentar saja mereka sudah sampai di rumah.
“Dik, rasanya tidak ada pakaian yang paling pantas kau kenakan pada kesempatan baik ini selain pakaian yang engkau kenakan waktu pertama kali kita bertemu. Kenakanlah pakaian itu Kau akan kelihatan semakin cantik dan mempesona.”
“Kak, bukankah Kakak sudah berjanji padaku untuk tidak menyuruhku memakai pakaian ini? Jadi, tolong jangan suruh aku memakainya. Lebih baik aku kenakan pakaian yang lain saja. Bagaimana kalau yang ini?” kata istrinya sambil menunjukkan baju yang cukup bagus yang baru selesai ia buat.
“Tapi, Dik, Kakak ingin engkau mengenakan pakaian ini. Kakak ingin sekali semua mata terpesona melihat kecantikanmu dalam balutan pakaian ini dan tentu ini akan membuat Kakak akan sangat bangga .”
“Kak, sekali lagi tolong, jangan…jangan Kakak paksa aku memakai pakaian ini. Aku takut Kak, kalau aku memakai pakaian ini akan terjadi keanehan yang aku yakin Kakak dan aku tidak menghendakinya. Percayalah padaku, Kak!”
“Percayalah Dik, Kakak yakin tidak akan terjadi apa-apa pada diri Adik. Sekarang cepat kenakan, mereka semua sudah menunggu kedatangan kita.”
“Jangan Kak, lebih baik aku memakai pakaian yang lain saja.”
“Ayolah Dik, cepatlah kenakan pakaian ini!”
“Baiklah kalau Kakak memaksa, saya akan turuti. Akan tetapi Kakak jangan pernah menyesal dan jangan menyalahkan saya jika terjadi sesuatu setelah saya mengenakan pakaian ini.”
Setelah mengenakan pakaian tersebut, mereka berdua pergi ke tempat perjamuan. Kemudian, menarilah istri Datuk Arenan pada acara jamuan itu. Keindahan tariannya membuat semua yang hadir terpesona. Gerakan tariannya yang lemah gemulai sangat menarik dan memikat hati. Semua bertepuk tangan dan memuji penampilan isri Datuk Arenan.
Istri Datuk Arenan terus menari dengan sungguh-sungguh.. Namun, semakin lama istri Datuk Arenan menari, timbulah keanehan. Perlahan-lahan kaki istri Datuk Arenan terangkat naik. Semakin lama tubuhnya melayang semakin tinggi dan terus naik hingga hilang dari pandangan mata.
Semua yang hadir terpaku, lalu menjadi panik. Mereka bingung seakan tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Terlebih-lebih Datuk Arenan. Ia berlari-lari sambil menjerit-jerit memanggil istrinya.
“Dik, turun Dik, jangan tinggalkan Kakak sendirian. Kakak janji tidak akan menyuruhmu memakai pakaian itu lagi. Turunlah Dik!”
Berkali-kali Datuk Arenan menjerit memanggil istrinya. Setelah lelah menjerit dan berlari-lari, ia pun tersungkur di tanah.
“Oh Dik, mengapa kau tinggalkan kakak sendirian. Belum lama kita bertemu, mengapa Kau tega meninggalkan Kakak dengan cara seperti ini,” ucap Datuk Arenan sambil tak henti-hentinya menangis dan menyesali tindakannya.
Warga yang mendengar ratapan Datuk Arenan pun turut hanyut dalam kesedihan. Tidak sedikit pula yang meneteskan air mata. Salah sorang warga membimbing Datuk Arenan pulang ke rumahnya.
Malam itu datuk Arenan terus memanggil-manggil istrinya sambil matanya menatap ke langit.
Setelah kejadian itu Datuk Arenan terus dalam kesedihan. Sambil meratapi kepergian istrinya, ia menggerak-gerakkan tubuhnya mencoba mengikuti gerakan tarian istrinya sebelum pergi. Ia ingat setiap gerakan istrinya. Setiap hari ia menari menirukan gerakan istrinya. Semakin sering ia menari, semakinlah ia sadar tarian istrinya itu seperti gerakan ikan seluang.
Untuk terus mengenang istrinya, Datuk Arenan pun mengajarkan garakan tarian istrinya kepada gadis-gadis di desanya. Tarian yang diajarkannya inilah yang diberi nama tari seluang mudik.

Asal Nama Pangkalan Panji

Dahulu kala di sebuah hutan belantara, tinggallah seorang pemuda yang sangat tampan dan baik hati. Pemuda itu tinggal bersama kakeknya di dalam rumah yang sangat sederhana yang beratap daun rumbia, dan berdinding papan. Kedua orang tuannya telah tiada. Kakeknyalah yang merawatnya sejak kecil. Pemuda itu bernama Panji.
Sang kakek memiliki ilmu bela diri dan juga memiliki kesaktian. Di bawah asuhan sang kakek, Panji diajarkan ilmu bela diri. Ia juga diajarkan hidup disiplin dan tidak sombong sebagai manusia. Bahkan, semua kesaktian yang dimiliki sang kakek pun diturunkannya kepada Panji karena sang kakek yakin Panji tidak akan menyalahgunakan ilmu yang telah diberikannya. Seiring bertambahnya waktu, Panji semakin mantap dengan ilmu yang diberikan sang kakek dan ia telah menguasai semua ilmu yang diajarkan sang kakek.
Seiring bertambahnya waktu, Kakek pun semakin bertambah umurnya. Tubuhnya semakin renta dan pandangannya pun sudah kabur dan sakit-sakitan.Hari itu sang kakek memanggil Panji.
“Panji cucuku, kemarilah!”
“Iya ,Kek. Aku di sini.” Panji mendekat dan memegang tubuh kakek.
“Panji cucuku, kakek sudah tua dan tidak ada lagi yang bisa kakek berikan kepadamu, mungkin umur kakek tinggal sebentar lagi.”
“Kakek!” ucap Panji dengan lirih.
“Kakek minta semua yang telah kakek berikan dapat kau gunakan dengan sebaiknya, jangan disalahgunakan.”
“Kek!” ucap Panji mencoba menahan emosi
“Setelah kakek tiada, pergilah ke kota, carilah pekerjaan dan hiduplah dengan uang hasil jerih payahmu. Akan tetapi, ingatlah, di kota banyak orang-orang jahat. Jagalah dirimu, jangan sampai engkau ikut-ikutan seperti mereka, tegakkanlah keadilan di sana!”
“Iya Kek, saya berjanji.” Jawab Panji mencoba meyakinkan kakeknya walaupun hatinya sangat sedih.
Tidak lama setelah kejadian itu, sang kakek meninggalkan Panji untuk selama-lamanya. Panji tak kuasa menahan air mata dan kesedihannya. Ia merasa sendiri. Setelah memakamkan kakeknya, ia pun melaksanakan pesan terakhir kakeknya.Ia tinggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke kota.
Setelah lama berjalan, sampailah ia di kota. Ia pun bekerja dan tinggal di sana. Ia pun membuktikan sendiri ternyata apa yang disampaikan sang kakek memang benar. Perampok sangat sering terjadi. Saat melihat perampok beraksi, Panji langsung memberantasnya. Karena keberaniannya, Panji menjadi terkenal sebagai pemuda misterius yang berani melawan kejahatan.
Keberanian Panji melawan kejahatan sampailah ke telinga sang sang raja. Raja pun menyuruh pengawalnya untuk mencari Panji.
“Hulubalangku, ke marilah!”
“Duli Tuanku” jawab hulubalang.
“Segeralah kau Pergi mencari pemuda yang bernama Panji. Kudengar ia memiliki kesaktian yang tinggi dan bawalah ia menghadapku.”
“Baik Tuanku, hamba berangkat.”
Berangkatlah hulubalang raja untuk mencari pemuda bernama Panji. Setelah lama berjalan, akhirnya hulubalang raja berhasil menemukan Panji dan membawanya ke hadapan raja.
“Duli Tuanku, hamba Panji datang menghadap”
“Benar kau pemuda yang telah berani melawan setiap terjadi perampokan?” Tanya sang raja.
“Benar Tuanku,” Jawab Panji
“Aku telah mendengar keberanianmu dan kesaktianmu. Untuk itu, sekarang engkau kuangkat menjadi panglima perang kerajaan.”
“Hamba dengan senang hati menerima tugas yang Tuan berikan pada hamba.”
“Aku juga akan memberikan puteriku yang cantik ini sebagai istrimu”.
“Terima kasih, Tuan,” jawab Panji terbata-bata karena tidak menyangka raja memberinya sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang tidak pernah terbesit dalam hatinya.
Panji pun diangkat sebagai panglima perang dan dinikahkan dengan putri raja.
Di bawah pimpinan Panji, negeri itu menjadi makmur dan terkenal akan kekuatannya. Perampok dan pemberontak ditumpas habis, sehingga negeri itu menjadi sejahtera. Setiap ada peperangan, Panji selalu berada di barisan terdepan.
Karena jasa besar Panji, raja akhirnya mengubah nama negeri mereka menjadi Pangkalan Panji. Nama pangkalan di ambil dari pelabuhan dagang kerajaan yang merupakan pangkalan kerajaan yang telah menjadikan negeri itu sejahtera. Panji dan istrinya hidup bahagia.

Biawak Sisir

Tersebutlah kisah persahabatan dua Raja yaitu Raja Seberang Lautan dan Raja Sebelah Lautan. Merekaa berjanji apabila salah satu di antara mereka mempunyai anak laki-laki maka mereka akan mendatangi yang mempunyai anak perempuan.
Ternyata Raja Seberang Lautan mendapat seorang anak laki-laki, sehingga Raja Seberang Lautan mendatangi Raja Sebelah Lautan, akan tetapi sang Raja merasa malu karena anaknya berbentuk Biawak Sisir bukan berbentuk manusia biasa.
Beberapa waktu kemudian Biawak Sisir tumbuh dewasa dan ia pun menemui ibunya dan berkata
“Ibu aku ingin jalan-jalan ke kerajaan Sebelah Lautan”
“tapi kamu tidak sama dengan manusia yang lain, Nak”.
Namun Biawak Sisir tetap bersikeras pergi ke kerajaan seberang Lautan.
Biawak Sisir terus berjalan sampai ke kerajaan Sebelah Lautan dan bertemu dengan seorang putri.
“Hai pemuda siapa namamu dan darimana asalmu? “Tanya Putri.
“Aku Biawak Sisir berasal dari kerajaan Seberang Laut mencari teman yang dapat
kujadikan tempat berbagi suka dan duka”
“Kalau begitu maukah kau ke rumahku”
“Baiklah” jawab Biawak Sisir.
Akhirnya sampailah mereka di rumah sang Putri, mereka bercakap-cakap dan bertukar cincin mencocokkan jari Biawak Sisir dan Putri.
Tak terasa hari petang Biawak Sisir berpamitan pulang ke rumahnya.
“Darimana saja kamu, Nak?” Tanya ibu
“Aku dari kerajaan Sebelah Lautan bu!” jawab Biawak Sisir.
Kemudian Biawak Sisir menceritakan pertemuannya dengan Putri Kerajaan Sebelah Lautan tersebut ia merasa tertarik dengan Putrid an memperlihatkan cincin, selendang, kain dan baju pemberian Putri Raja tersebut.
Kemudian Biawak Sisir memohon kepada ayahnya untuk melamar sang Putri Raja Sebelah Lautan pada malam purnama ini.
Ayahnya berkata “Tapi ayah malu Nak, kamu bukan seperti orang biasa”.
“Kita turuti saja lah Pak” jawab ibu.
Dengan berat hati ayah menuruti permintaan Biawak Sisir.
Biawak Sisir merasa senang dan gembira mendengar permintaannya dipenuhi.

Sampailah waktu yang telah ditentukan lamaran pun dilaksanakan. Mereka disambut oleh sang Raja Sebelah Lautan, Ayah berkata “Maafkan aku sahabat anakku tidak sama dengan orang lain ia adalah Biawak Sisir”.
“Tidak mengapa, lamaran kalian tetap kuterima apalagi mereka sudah saling cinta tapi ada satu syarat” jawab Raja
Ayah Biawak Sisir berkata “Apa syaratnya”.
“Aku minta Biawak Sisir membuat sebuah Negeri, kalau Biawak Sisir mampu memenuhi permintaanku maka aku akan menerima kamu menjadi menantuku” jawab Raja Sebelah Lautan.

Ayah biawak Sisir bertanya “Apakah kamu sanggup memenuhi permintaan ayah sang Putri”.
“Baiklah aku akan memenuhi permintaan Ayah sang Putri untuk membuat sebuah Negeri asalkan kami dinikahkan terlebih dahulu,” jawab Biawak Sisir.
Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan, namun dua minggu pernikahan mereka ternyata permintaan Ayah sang Putri belum terpenuhi, melihat hal itu Ayah Putri marah “Hai Putri mengapa suamimu tidak menepati janjinya untuk membuat sebuah negeri, kalau ku tahu seperti ini tentu pernikahan ini tidak akan terjadi”. Mendengar hal itu Biawak Sisir berkata pada istrinya “Saya akan memenuhi permintaan ayahmu tapi tolong carikan jeruk nipis tujuh setangkai, budak turun tujuh”, kemudian Biawak Sisir mengajak istrinya ke laut untuk mandi, ia berpesan “jika kita sampai di laut ucapkanlah apa uang kau inginkan”
“Baiklah” jawab sang Istri

Sesampainya di laut sang istri berucap “Kembalikan suamiku seperti manusia biasa”. Biawak Sisir membakar kemenyan putih sambil berkata
“Jual anak jual kangkung kalau aku anak dewa terima sekali segala yang kuajung
(kuperintah) datang”.
Biawak Sisir turun ke laut dan menyelam cukup lama, tiba-tiba muncul kerumpang (kulit) Biawak Sisir itu lalu diambil oleh sang istri, tak lama kemudian muncullah seorang pemuda tampan yang tiada bandingannya. Pemuda itu tak lain adalah Biawak Sisir yang telah berubah wujud aslinya. Betapa senang hati sang Putri melihat suaminya telah menjadi manusia biasa.
Kemudian Putri diajak ke suatu tempat di tepi hutan, hutan tersebut dibakar dan dibersihkan, setelah dibersihkan Pemuda itu kembali membaca mantra “Jual anak jual anak kangkung kalau aku dewa turun sekali, segala yang kuajung (kuperintah) dating, jeramba emas banyak emas, angsa menjutai atau sampai ke laut”. Tiba-tiba keajaiban terjadi hutan yang telah merekaa bakar api pun reda tinggal asapnya kedua suami istri sudah berada di dalam istana yang sangat megah.
Akhirnya mereka pulang ke kerajaan dan menceritakan semuanya kepada Raja. Sebelum mereka pindah ke negeri baru itu Biawak Sisir berganti nama ‘MEGAT HARI’ Megat Hari kemudian menjadi Raja di negeri baru itu smapai turun temurun.

Asal Usul Desa Meranti

Dahulu kala hiduplah seorang petani yang kaya. Kekayaannya sangat melimpah. Dia mempunyai anak perempuan yang cantik jelita bernama Putri Merilianti. Ia sangat ditakuti di desanya, desanya bernama desa Talang Lama. Pak tani juga kaya tetapi pelit. Setiap kali warga datang ingin meminta bantuan setiap kali kembali tidak menimbulkan hasil.
Suatu hari datanglah seorang pemuda dari desa seberang, dia mendengar di daerah ini ada pak tani yang sangat pelit, dia ingin membuktikannya sendiri kepelitan pak tani, dia berpura-pura datang ingin meminta bantuan, pemuda itu berkata pada pak tani.
“ Pak tani, boleh saya meminta sepiring nasi ?”
“ Apa ? kamu ingin sepiring nasi ?” pak tani balik bertanya.
“ Ya, kalau pak tani membolehkan !”
“ Enak saja, di daerah ini lagi musim kering dan sawah kami lagi kekeringan, jdi tidak ada sepiring nasi untukmu.” Kata pak tani.
Melihat hal itu putri Merilianti merasa kasihan terhadap pemuda itu ia berkata pada ayahnya.
“ Ayah, mengapa ayah tidak memberikan sedikit nasi untuk dia? Padahal ayah adalah orang kaya didaerah ini.”
Lagi-lagi ayah menjawab dengan kata-kata kasar.
“ Apakah enak orang mencari sepiring nasi dengan susah payah, berpanas-panasan setiap hari, setelah itu dikasihkan dengan semudah itu apakah itu yang benar?”
“ Ayah memang tidak pernah memikirkan rakyat kecil maunya menang sendiri, ayah pelit!!”
Sambil putri belari masuk kedalam rumah. Pak tani dengan sikap pelitnya itu menjadikan dia orang yang sombong. Ia setiap hari tidur bersama ayamnya. Kebetulan rumah pak tani tingai, mempunyai empat buah tiang, tiang rumahnya terbuat dari kayu meranti. Dikarenakan dia tidur di kandang ayamnya ia sangat sayang dengan kasurnya yang sangat bagus, supaya tidak cepat rusak ia memilih tidur di kandang ayam.
Suatu malam pemuda itu datang lagi ia melihat pak tani tidur di kandang ayamnya. Ia langsung masuk ke rumah pak tani. Pemuda itu ke dapur dan dia merebus air, setelah air itu mendidih lalu disiramnya air itu ke tubuh pak tani yang ada di bawah rumah. Seketika itu pak tani tidak bernyawa lagi. Besok harinya ditemukan oleh warga bahwa pak tani telah meninggal. Akhirnya pemuda itu menikahi putri Merilianti. Mereka hidup bahagia, dan mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama putri Meranti, sejak itulah desa itu diganti namanya menjadi desa Meranti.

Asal Usul Bom Berlian

Dahulu Kala ada suatu dermaga yang sangat ramai di kunjungi oleh para pedagang. Dermaga itu terletak di desa ujung. Di desa ujung ada saudagar kaya raya dan arif bijaksana. Ia biasa disapa orang dengan sebutan Pak Thalip. Pak Thalip mempunyai anak gadis yang sangat cantik. Kecantikannya bagai bidadari yang turun dari kayangan dan bagaikan berlian yang sudah diasah. Kepribadiannya sangat baik, tingkah lakunya sangat sopan, santun, dan ia juga tidak sombong Tidak heran orang-orang di desa ujung sangat senang kepadanya. Gadis itu bernama Munai.
Suatu hari seorang pemuda bernama Muning Saka yang berasal dari desa seberang datang ke desa ujung. Muning Saka pergi dari rumahnya karena orang tuanya ingin menjodohkannya dengan seorang gadis yang juga tinggal di desa ujung. Pemuda itu sangat tampan, gagah, berani, dan bijaksana. Pemuda tersebut datang ke desa ujung untuk mencari istri pilihannya sendiri. Ia ingin mencari istri yang ia cintai.
Setelah beberapa hari tinggal di desa ujung, ia belum juga berhasil menemukan gadis pujaan hatinya. Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia tetap tinggal di desa itu karena masyarakat di sana sangat ramah. Hal tersebut membuat Muning Saka betah tinggal di sana.
Suatu hari Muning Saka mendengar kabar bahwa di desa ujung ada seorang saudagar kaya yang mempunyai seorang anak gadis yang cantik luar biasa. Muning Saka sangat penasaran dan ia ingin membuktikan sendiri kebenaran berita tersebut. Ia tidak percaya sebelum melihatnya sendiri. Ketika ia sedang duduk santai di atas kapal, dia melihat di sekitar dermaga ada seorang gadis yang sangat cantik. Ia amati baik-baik tingkah laku gadis itu. Sifat gadis itu terhadap orang-orang yang dijumpainya sangatlah sopan dan ramah. Muning Saka terpesona dan terkagum-kagum kepada. Ia pun menetapkan bahwa gadis yang dilihatnya itulah yang cocok untuk jadi pendamping hidupnya. Bertanyalah ia kepada orang-orang desa ujung tentang gadis cantik tersebut. Ternyata, gadis itu bernama munai. Muning Saka terkejut dan termenung ketika mendengar nama Munai. Munai adalah gadis yang ingin dijodohkan dan dinikahkan dengannya.
Pada suatu kesempatan Muning Saka mendatangi rumah Pak Thalip dengan maksud melamar munai. Dengan berani dia menyampaikan tujuan kedatangannya kepada Pak Thalip. Ia disambut dengan baik oleh Pak Thalip dan lamarannya pun diterima dengan senang hati.Munainya pun tidak keberatan sama sekali untuk menikah dengan Muning Saka. Ternyata, Munai telah menyukai Muning Saka sejak pertama kali melihatnya.
Hari pernikahan pun ditentukan. Muning Saka pulang ke rumahnya untuk memberitahukan kepada keluarganya dan ia akan kembali menjelang hari pernikahan.
Menjelang pernikahan, Pak Thalip bersama istrinya pergi untuk mengabarkan berita pernikahan munai.
“Munai anakku. Bapak dan Ibu akan pergi mengundang saudara-saudara kita. Bapak dan Ibu ingin hari pernikahan kamu nanti mereka semua bisa datang.”
“Iya, Pak.”
“Hati-hatilah di rumah.” Pesan Pak Thalip kepada anaknya.
Saat Pak Thalip dan istrinya pergi,datanglah segerombolan perampok memasuki rumah Pak Thalip. Gerombolan perampok tersebut mendatangi rumah Pak Thalip karena mereka merasa penasaran mendengar kabar tentang kecantikan Munai. Selain itu, mereka juga ingin mengambil harta Pak Thalip yang sangat banyak. Perbuatan perampok tersebut sangatlah keji. Selain mengambil semua harta Pak Thalip mereka juga memaksa munai melayani nafsu bejat mereka. Munai berusaha melawan, tetapi ia tidak berdaya melawan gerombolan perampok tersebut. Mulai diperkosa secara bergantian. Setelah puas, mereka membunuh Munai dan tubuh Munai mereka cicang seperti mereka mencincang hewan.
Ketika pak Thalip dan istrinya pulang, mereka sangat terkejut melihat kenyataan yang harus mereka terima.
“Anakku,” Jerit Pak Thalip dan istrinya. Mereka berlari meraih tubuh Munai yang sudah tidak karuan.
“Anakku Munai. Mengapa jadi begini, anakku!” jerit Ibu Munai keras-kerasnya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit.“Bapak, apa yang telah mereka lakukan terhadap anak kita,”
“Bapak, aku menyesal telah meninggalkan Munai sendirian,”
“Aku juga menyesal, Bu.”
Pak Thalip dan istrinya segera mengabarkan kematian Munai kepada masyarakat dan keluarga Muning Saka.
Perih hati Muning saka menerima kabar kematian orang yang dicintainya. Ia pun berniat membalas dendam. Ia mengantarkan daging gajah yang dimasak dengan sangat sangat nikmat kepada gerombolan perampok. Daging gajah tersebut telah diberinya racun yang mematikan. Melihat sajian yang mengundang selera, gerombolan perampok langsung menyantap makanan yang diberikan Muning Saka kepada mereka. Setelah menyantap makanan tersebut, satu-persatu dari gerombolan perampok tersebut rubuh dan meninggal. Muning Saka mencincang tubuh para perampok seperti mereka mencincang munai. Tubuh para perampok itu dibuangnya ke laut.
Berita kematian munai membuat gempar desa ujung. Mereka membicarakan kematian seorang gadis cantik yang baik hati, berbudi luhur, sopan santun serta kecantikannya pun bak berlian yang berkilauan. Untuk mengenang kematian munai, masyarakat desa ujung mengganti desa ujung dengan nama “Bom Berlian”. “Bom”artinya gemparnya berita kematian munai, sedangkan “berlian”artinya kecantikan seorang gadis dan sifat yang berbudi luhur bagaikan berlian. Bom Berlian terletak di Pangkalan Balai, Banyuasin III, Sumatera Selatan.

Puyang Beremban Besi

Sekitar abad ke 15 di Pangkalan Balai tepatnya di daerah Muara Tambangan (Boom Berlian) terdapat pemukiman yang bernama Talang Gelumbang. Pemukiman ini awalnya hanya terdapat tujuh buah rumah yang berdekatan, penduduk daerah tersebut bernama pencaharian pertanian dan perikanan, penduduknya hidup dengan damai, kemakmuran daerah tersebut terdengar oleh para perampok Selat Malaka mendatangi daerah tersebut untuk mengambil dan merampas harta benda dan menteror masyarakat setempat.

Alkisah tersebutlah seorang tokoh bernama Beremban Besi (Puyang Beremban Besi). Beremban Besi semasa kecil orang tuanya sudah meninggal, dia hidup sebatang kara hidupnya serba kekurangan dia pun sangat tidak terurus, rambutnya dibiarkan gondrong (panjang). Setelah berumur kira-kira tujuh tahun Beremban Besi diasuh oleh kakeknya yang berada di lihir Sungai Banyuasin untuk membantu kakeknya bercocok tanam.
Pada suatu hari cucu sang kakek (Beremban Besi) terjatuh dari ketinggian namun tidak sedikitpun terluka, karena peristiwa itu kakek Beremban Besi mulai sadar bahwa cucunya mempunyai kesaktian yang luar biasa kebal terhadap senjata tajam apapun, melihat itu maka Beremban Besi diajari ilmu bela diri untuk membela kebenaran.
Setelah Beremban Besi beranjak remaja, Beremban Besi melihat ada kapal besar yang menuju ke hulu Sungai Banyuasin, karena baru pertama kali Beremban Besi melihat kapal besar itu, ia pun bercerita pada kakeknya.
Kakek Beremban Besi kaget dan berkata “itu pertanda malapetaka bagi penduduknya”. Beremban Besi diperintahkan kakeknya ke hulu sungai untuk melihat para perampok merampas harta benda dan menyiksa orang namun tidak ada yang berani melawan.

Mengetahui hal itu Beremban Besi berteriak “Hai perampok hentikan kebiadaban kalian”. Namun, para perampok tidak berhenti bahkan semakin menjadi-jadi. Kepala perampok menjawab “Hai anak kecil pergi kau dari sini kalau tidak kau pun akan kubunuh”.

Akan tetapi Beremban Besi tidak menghiraukan bentakan kepala perampok itu sehingga terjadi perkelahian antara para perampok dengan Berembang Besi dalam perkelahian itu tombak, pedang dan senjata tajam para perampok tidak satu pun yang dapat melukai Berembang Besi. Perkelahian terus berlanjut sampai ke daerah hillir Talang Gelumbang (Muara Tambang), karena perkelahian berhari-hari di kawasan pohon nipah mengakibatkan pohon itu daunnya menjadi kuning, sehingga sekarang dikenal dengan Nipah Kuning.

Munai Sang Srikandi

       
         Alkisah tersebutlah cerita tentang kekejaman bajak laut di Selat Malaka yang terkenal sejak zaman Hangtuah. Wilayah kekuasaan bajak laut atau yang disebut Lanun telah menyebar sampai ke perairan Kesultanan Palembang. Sebelumnya, Puyang Beremban Besi seorang tokoh masyarakat di daerah Banyuasin pernah menumpas para bajak laut ini, sayangnya Lanun atau bajak laut yang masih hidup dilepas begitu saja pulang ke tempat asalnya. Dari cerita-cerita tersebutlah, entah generasi ke berapa para Lanun atau Bajak Laut datang kembali dengan kekuatan penuh dengan persenjataan yang lengkap mendatangi dusun Talang Gelumbang yang sudah aman, tentram dan damai, dengan tujuan merapas harta kekayaan penduduk di wilayah tersebut.

          Sejak awal berdirinya dusun Talang Gelumbang telah mempunyai perangkat dusun berupa Pemimpin Keamanan, Pemimpin Kemasyarakatan, dan Pemimpin Adat. Di bawah kepemimpinan perangkat dusun inilah, mereka bebas berusaha, bertani, dan merantau meninggalkan kampung halaman untuk mencari nafkah. Ternyata kedamaian di dusun tersebut terusik dengan datangnya bajak laut atau Lanun yang sangat kejam dan berilmu sakti bernama Minak Raden.
          Inilah awal perjuangan sang Srikandi Munai.

          Munai adalah seorang gadis biasa yang berasal dari keluarga terhormat, dia adalah putri dari Thalib Wali pemimpin dusun Talang Gelumbang. Menurut cerita ia adalah gadis yang sangat cantik di dusun tersebut, kulitnya putih kuning dan rambutnya panjang ke lutut.
kecantikannya sudah menjadi buah bibir orang dusun tersebut, bahkan terdengar sampai ke dusun sekitar. Perihal kecantikannya Munai pun sudah diketahui keluarga Kesultanan Palembang. Salah satu Pengeran bermaksud meminang Munai untuk dijadikan sebagai selir, dan rencana ini pun ditentang dan ditolak oleh orang tua Munai, yaitu Thalib Wali yang dikenal sebagai orang yang sakti. Thalib Wali sadar bahwa penolakkanya terhadap keluarga kesultanan untuk menjadikan anaknya sebagai selir akan membawa petaka. Oleh karena itu, langsung saja diterima ayahnya. Sejak saat itu Munai resmi bertunangan. Keesokkan harinya ayah Munai Thalib Wali pergi ada urusan ke dusun seberang.

          Menurut tradisi atau adat istiadat setempat, apabila seorang perempuan sudah dipertunangkan harus mematuhi ketentuan adat, yakni 'Ayam Sikok Belumbung Duo' artinya keluarga kedua belah pihak harus menjaga calon pengantin terutama perempuan, ia tidak diperkenankan mandi sendirian ke sungai, tidak diperkenankan masuk hutan dan pantangan-pantangan lainnya, apabila ingin pergi hajatan ia harus di temani kawan-kawan remajanya termasuk kebiasaan menjemur padi, menumbuk padi dan sebagainya. Seperti biasanya Munai dan remaja lainnya sedang menjemur padi, sedangkan tunangannya bekerja di sekitar dusun itu juga membelah kayu atau puntung untuk digunakan sebagai bahan bakar persedekahan. Pada saat itulah orang-orang berlarian, berteriak, "Ada Lanun" alis Perampok Bajak Laut.

          Para bajak laut itu datang dengan rombongan lebih kurang 150 orang yang dipimpin oleh Minak Raden memasuki dusun Talang Gelumbang, mereka masuk ke rumah-rumah menyendera laki-laki dan perempuan serta merampas harta benda yang ada. Laki-laki diikat dan disiksa sedangkan perempuan dikumpulkan pada suatu tempat. Akhirnya para Lanun datang ke tempat Munai dan kawan-kawannya. Betapa terkejutnya Minak Raden melihat kecantikkan Munai yang menurutnya tidak ada bandingannya, lalu ia berkata "Rupanya ada bunga rupawan di sini, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan akan kujadikan istriku",
mendengar perkataan Minak Raden, tunangan Munai menjadi naik pitam, marah dan langsung mengayunkan kapak pembelah kayu ke arah Minak Raden, tapi Minak Raden tidak terluka. Melihat kejadian tersebut anak buah Minak Raden langsung menangkap tunangan Munai dan berusaha untuk menyiksa bahkan membunuhnya. Pada saat genting tersebutlah Munai berkata " Nanti dulu tuan-tuan yang terhormat, saya mohon orang-orang dusun kami jangan disiksa dan dibunuh, silahkan ambil semua yang tuan kehendaki, tetapi jangan kami disakiti". Kemudian Minak Raden berkata lagi "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat, engkau harus bersedia menjadi istriku, aku kaya dan sangat berkuasa".
"Aku bersedia menjadi istrimu, asalkan dilamar secara baik-baik dan diramaikan melalui persedekahan yang meriah". jawab Munai.
Mendengar pernyataan Munai, tunangannya sangat kecewa dan timbul kesan bahwa Munai senang pada lelaki yang banyak istri dan sudah tua. Kemudian ia langsung lari masuk hutan karena kecewa. Melihat kejadian tersebut Munai hanya terdiam.

          Kemudian Munai dengan wibawanya memerintahkan orang-ornag dusun untuk menyiapkan keromongan menyambut tamu, memotong kerbau, menghibur tamu-tamu dengan kesenian. Semua remaja dan ibu-ibu rumah tangga diperintahkan untuk bergotong-royong masak nasi, daging kerbau dan lain-lain. Khusus makanan para tamu langsung dimasak sendiri oleh Munai. Ketika makan-makan berlangsung, para tamu dihidangkan makanan yang lezat, karena mereka jarang menikmati mekanan tersebut, mereka makan dengan lahapnya seluruh lauk pauk yang dihidangkan habis dimakan.
           Setelah makan dan menikmati hiburan mereka tertidur pulas, sampai keesokkan harinya tidak ada yang terbangun. Kemudian menjelang siang, Thalib Wali orang tua Munai pulang dari dusun seberang setelah diberitahukan oleh tunangan Munai, Thalib Wali memeriksa semua lanun atau bajak laut yang tertidur ternyata semuanya sudah mati, kecuali sang pemimpin Minak Raden karena ia sakti ia pun tidak ikut mati.

          Tipu muslihat yang dijalankan Munai memang hebat, khususnya untuk tamu-tamu bajak laut, ternyata lauk pauk daging kerbau ia campur dengan otak gajah yang sudah tersedia dirumahnya, otak gajah ini adalah racun yang dapat membunuh secara perlahan-lahan.
          Minak Raden melihat seluruh anak buahnya mati ia merasa tidak berani dan mohon ampun kepada Thalib Wali dan ia diizinkan untuk meninggalkan dusun Talang Gelumbang, langsung masuk hutan dan menghilang.

          Akhirnya semua orang memuji kecerdasan dan taktik yang diperankan Munai dan tunangannya sendiri yang semula sakit hati dan kecewa memuji keberanian Munai, akhirnya ratusan mayat bajak laut tersebut dipenggal dan dipisahkan badan, kepala, dan kaki lalu dibuang ke suatu tempat yang terlindung atau menjolok ke dalam (gaung) bernama Suak, karena baunya menyengat, Suak tersebut dinamakan Suak Bangkai di kampung Napal kelurahan Pangkalan Balai Banyuasin Sumatera Selatan.
          Untuk mengenang kepahlawanan Munai. Maka nama Munai diabadikan sebagai nama lapangan bola kaki yaitu 'Munai Serumpun' dan beberapa sendra tari yang banyak diperagakan oleh generasi muda sekarang.

Asal Usul Pangkalan Balai

          Kisah ini menceritakan ada suatu perkampungan yang diberi nama 'Talang Gelumbang'. Penduduk awalnya hanya dihuni tujuh buah rumah oleh beberapa keluarga yang dipimpin oleh tiga tokoh masyarakat yaitu pertama Puyang Beremban Besi seorang pahlawan, penduduk asli yang mempunyai kekuatan kebaal terhadap berbagai senjata tajam, kedua Bujang Merawan selaku pimpinan Pemerintahan, dan ketiga adalah Cahaya Bintang selaku pimpinan adat.

           Di antara ketiga tokoh tersebut ada yang berasal dari Cirebon anak Mangkubumi dari kesultanan CCirebon karena kebijaksanaan dan wibawaa mereka, desa kecil itu terus berkembang, satu persatu rumah bertambah, karena banyak daya tarik dari desa ini, akhirnya desa ini menjadi perkampungan yang ramai.

          Mata pencaharian penduduk desa ini adalah bercocok tanam dan sebagai nelayan, kehidupan masyarakat desa ini selalu dalam suasana aman dan damai. Sekitar tahun 1600 datanglah seorang yang tak dikenal dengan kapal layar bernama 'Tuan Bangsali', beliau ternyata seorang ulama, beliau menyebarkan agama islam sehingga penduduk baik laki-laki maupun perempuan belajar agama islam.
           Tuan Bangsali memilih Thalib Wali sebagai orang kepercayaannya atau orang yang pandai ilmu agama.

           Setelah kedatangan Tuan Bangsali desa ini mengalami perkembangan yang pesat, karena kampung ini kecil dan kurang memadai maka pemimpin desa ini memperluas kampung dan memindahkan penduduknya ke seberang yang diberi nama Napal.
           Di desa Napal ini mereka membangun perkampungan baru dan banyak rumah kokoh berdiri, kemudian penduduk membangun sebuah Balai Desa yang cukup besar dan sebuah Pangkalan tempat berlabuhnya perahu dagang dan perahu nelayan Pangkalan ini diberi nama Pangkalan Napal atau Pangkalan Bangsali.

           Beberapa tahun kemudian Puyang Beremban Besi wafat dan berwasiat agar dimakamkan di hilir dusun (kira-kira dua kilometer dari Boom Berlian) teernyata di tempat makam beliau ditumbuhi nipah kuning. Setelah wafatnya Puyang Beremban Besi kemudian Bujang Merawan dan Cahaya Bintang pun mengundurkan diri karena sudah tua dan sering sakit-sakitan.

           Akhirnya kepemimpinan beralih ke tangan Thalib Wali. Kemudian Thalib Wali menunjuk dua orang yaitu Puyang Rantau Pendodo sebagai kepala pemerintahan dan Muning Cana sebagai orang yang gagah berani.

           Thalib Wali ini bernama Munai maka orang-orang desa ini memanggil beliau dengan sebutan 'Muning Munai'. Karena perkembangan desa dan keadaan pemerintahan yang kurang memadai, maka Thalib Wali mengambil kebijaksanaan bersama musyawarah rakyat setempat untuk memilih wakil-wakilnya, mereka yang terpilih adalah Ngunang sebagai Rio (kerio) Desa inni untuk pertama kalinya. Kemudian Thalib Wali ditetapkan menjadi khotib yang mengemban tugas agama sebagai pencatat nikah, tolak, dan rujuk, mengurus kelahirran dan kematian serta mengurus persedekahan rakyat.

          Beberapa tahun kemudian Tuan Bangsali menilai adda beberapa orang yang pandai ilmu agama islam mereka adalah Thalib Wali dan Dul.
          Sedangkan Dul berasal dari Talang Majapani (Lubuk Rengas) dan kedua orang ini diajak pergi haji ke tanah suci Mekkah dengan menggunakan perahu layar. Setahun kemudian mereka yang pergi haji tersebut kembali ke desa ini, yaitu Serumpun Pohon Paojenggih dan Serumpun Pohon Beringin Nyusang.

          Dengan ketentuan harus ditanam di dusun, pohon Poejenggih ditanam di sebelah kiri naik dan Pohon Beringin Nyusang ditanam di sebelah kanan naik, sedangkan Dul membawa serumpun Maje, dari tahun ke tahun dusun ini terus mengalami kemajuan dan masih tetap bernama 'Talang Gelumbang' dan pangkalannya masih tetap bernama Pangkalan Bangsali.
           Setelah 40 tahun, wafatlah Kerio Ngunang, kerena perkembangan dusun sangat pesat maka dipilih seorang pasira (Depati) oleh Susuhunan Raja-raja Palembang, yang kedudukan di dusun Limau.

           Menurut ceritanya, Dusun Limau ini dibuat oleh anak dalam Muara Bengkulu. Rio ayung seorang anak dari Mangku Bumi Kesultanan Majapahit padda waktu Majapahit jatuh kekuasaannya, maka kelima anak dari Mangku Bumi melarikan diri ke Sumatera yaitu yang tertua ke daerah Sung Sang bernama Ratu Senuhun, yang kedua di daerah Limau bernama Rio Bayung, yang ketiga di daerah Betung bernama Rima Demam, dan dua orang wanita di daerh Abad Penungkal (Air Hitam).

Ratu Senuhun pada waktu berlayar perahunya tersangsang (tersangkut) dan tidak bias turun lagi, maka daerah tersebut dinamakan Sung Sang, tetapi sebenarnya adalah Sang-Sang, sedangkan Depati Bang Seman, anaknya yang menjabat sebagai depati, namun istrinya meninggal, maka Depati Buta, karena matanya buta sebelah, tetapi kewibawaannya tinggi dan pergaulannya sangatlah luas, maka orang-orang hormat padanya. Setelah tujuh tahun beliau memegang tampuk pemerintahan, kemudian beliau sakit dan wafat.
            Setiap dusun yang ada Rio (kepala desaa) harus mempunyai seorang khotib, yang bertugas mencatat nikah, tolak, rujuk, kematian, kelahiran, dan persedekahan rakyat. Perhubungan laut di Dusun Limau sulit untuk dijangkau maka diambil suatu kebijaksanaan bahwa pemerintahan Stap Pasirah dipindahkan ke Dusun Galang Tinggi. Dusun Galang Tinggi konon ceritanya dibuat oleh si Pahit Lidah, setelah di dusun Galang Tinggi diadakan musyawarah dan hasil musyawarah itu terpilihlah Depati Jebah sebagai depati pertama di dusun Galang Tinggi, lima tahun kemudian Jebah wafat dan digantikan oleh depati Renyab.
             Konon kabar di suatu desa yang bernama dusun Galang Tinggi, dusun ini dibuat oleh seorang yang sangat sakti mandraguna karena apa yang diucapkannya akan menjadi misalnya, seekor gajah yang sedang menyeberang laut si Pahit Lidah berucap menjadi batu maka gajah itupun akan berubah menjadi batu dan banyak lagi kejadian-kejadian yang lain. Oleh karena itu, dia dijuluki si Pahit Lidah dan bukti-bukti peristiwa itu masih dapat kita saksikan sampai sekarang. Di dusun Galing Tinggi ini kemudian ada pertarungan untuk memilih depati harus dengan keputusan musyawarah bersama, maka terpilihnya seorang yang bernama mentadi. Mentadi adalah saudara kandung ibu Depati  Berdin yang bungsu Thalib Wali bernama Mentadi dipilih menjadi depati.
            Setelah lebih kurang empat tahun Mentadi menjadi depati di Tanjung Menang terjadi kemarau panjang selama Sembilan bulan. Pada waktu itu kayu bergesekan maka keluarlah api, pada saat itu pula Mentadi sedang membuat sebuah ladang ketika ia membakar ladangnya untuk dibersihkan ternyata api itupun menyebar luas lalu membakar hutan-hutan dan kampong-kampung kecil sekitarnya ada dua rumah yang  di dalamnya ada orang tua yang sedang sakit dan anak berumur dua tahun ikut terbakar dan meninggal dunia.
            Karena peristiwa itu maka Depati Mentadi dijatuhi hukuman oleh hakim pada waktu itu, dia dihukum selama tiga tahun penjara dan diberhentikan sebagai depati. Penjara (obak) itu dinamakan Macan Lindung, akan tetapi Mentadi mempunyai sahabat karib yang bernama Marem Bubok dan Jamaer yang nama aslinya Tamsi.
            Kedua sahabat Mentadi mengharap pengadilan akan menemani Mentadi selama dalam penjara, pengadilan pun memperbolehkan, akhirnya hukuman Mentadi diputuskan hanya satu tahun berkat bantuan sahabatnya itu. Setelaah Mentadi berhenti dari jabatannya sebagai depati, maka dari hasil musyawarah terpilihlah pak Betiah sebagai depati dan beliau digelari sebagai Depati Bungkuk, saying beliau ini buta huruf dan hanya bisa menjabat depati selama tiga tahun.
            Semasa pemerintahan Depati Bungkuk Palembang telah jatuh kepada pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Depati Bungkuk berhenti hasil musyawarah terpilih kembali Mentadi sebagai Depati untuk jabatan selama dua puluh tahun. Pada masa kepemimpinan Depati Mentadi pejabat-pejabat pemerintah Hindia Belanda dating ke dusun Tanjung Menang dan menanyakan mengapa nama dusun ini Tanjung Menang dan nama Pangkalannya adalah Pangkalan Bangsali, Depati Mentadi menerangkan bahwa dinamakan Tanjung Menang karena dusun ini telah berhasil memenangkan peperangan melawan Lanun (bajak laut) sedangkan Pangkalan Bangsali karena dibuat oleh Tuan Bangsali sendiri.
            Setelah Pemerintah Hindia Belanda mendengar alasan yang dikemukan oleh Depati Mentadi, maka mereka mengadakan musyawarah untuk mengubah nama dusun Tanjung Menang menjadi Pangkalan Bali oleh karena dusun Tanjung Menang mempunyai Balai maka namanya pun diubah menjadi Pangkalan Balai. Pangkalan Balai adalah pelabuhan Balai tempat pertemuan oleh karena itu, Pangkalan Balai mempunyai arti tempat berlabuh yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan.
            Itulah asal usul nama kota Pangkalan Balai yang terletak di Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Banyuasin sejak 2002.