Kabupaten
Banyuasin dibentuk berdasarkan pertimbangan pesatnya perkembangan dan
kemajuan pembangunan di Provinsi Sumatera Selatan umumnya dan khususnya
di Kabupaten Musi Banyuasin yang diperkuat oleh aspirasi masyarakat
untuk menlngkatkan penyelenggaraan pemrintahan pelaksanaan pembangunan,
dan pelayanan guna menjamin kesejahteraan masyarakat.
Status
daerah yang semula tergabung dalam Kabupaten Musi Banyuasin berubah
menjadi Kabupaten tersendiri yang memerlukan penyesuaian, peningkatan
maupun pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan untuk mendukung
terselenggaranya roda pemerintahan.
Selanjutnya,
setelah melalui proses pemilihan yang demokratis oleh Dewan Perwakilan
Rakyat (DPRD) Kabupaten Banyuasin, Ir. H. AMIRUDDIN INOED
terpiIih sebagal Bupati definitif Kabupaten Banyuasin Periode 2003 —
2008.
Hasil
pemilihan tersebut, kemudian disahkan oleh Menteri Dalam Negeri
Republik Indonesia melalui penerbitan SK Mendagri Nomor 131.26-442
Tahun 2003.
Bupati
dan Wakil Bupati Banyuasin secara resmi dilantik oleh Gubernur Sumatera
Selatan pada tanggal 14 Agustus 2003. Secara yuridis pembentukan
Kabupaten Banyuasin disahkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2002. Berdasarkan UndangUndang tersebut maka Menteri
Dalam Negeri RI dengan Keputusan Nomor 131.26- 255 Tahun 2002
menetapkan Ir. H. AMIRUDDIN INOED sebagai Pejabat
Bupati Banyuasin.
Kabupaten Banyuasin adalah salah satu kabupaten di
Provinsi Sumatra Selatan. Kabupaten ini merupakan pemekaran dari
Kabupaten Musi Banyuasin yang terbentuk berdasarkan UU No. 6 Tahun
2002.
Batas wilayah
Utara: Kabupaten Muara Jambi Provinsi Jambi dan Selat
Bangka.
Timur: Kecamatan Air Sugihan
dan Kecamatan Pampangan Kabupaten Ogan Komering Ilir.
Selatan: Kecamatan Sirah Pulau Padang Kabupaten Ogan Komering
Ilir, Kota Palembang, Kecamatan Gelumbang dan Kecamatan Talang Ubi
Kabupaten Muara Enim.
Barat: Kecamatan
Lais, Kecamatan Sungai Lilin, dan Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Musi
Banyuasin.
Pembagian
administratif Kabupaten Banyuasin terbagi menjadi 11 kecamatan:
Makna Warna
Warna Biru : Menghimpun Warna Hijau : Subur Makmur Warna Kuning
: Tentram Warna Putih : Suci Pertumbuhan
Lambang Prisai -
Bertuliskan Banyuasin Perisai adalah lambang perlindungan
sebagai pertahanan, perisai tertuang pada logo, dibagi 6 area
melambangkan Kabupaten Banyuasin dilindungi 6 unsur Bagian Pertahanan
Negara. 1. AU 2. AL 3. AD 4. Kepolisian 5. Sipil 6. Kabupaten Baru
Bintang
Melambangkan agamis : meskipun Banyuasin terdiri dari berbagai agama
tetapi tetap saling menghargai & Berketuhan Yang Maha Esa.
Sawit, Minyak,
Karet Melambangkan potensi Sumber Daya Alam yang berpotensi
Daerah Banyuasin terdapat Sumber Kekayaan Alam yang patut ditumbuh
kembangkan dimasa mendatang.
Gelombang Biru
Melambangkan Kabupaten Banyuasin memiliki Potensi Kelautan
Tudung Adat (Tudung
Saji) = SK Berdirinya Kabupaten Banyuasin Melambangkan
Suatu Badan Adat yang berperan Sebagai Pelindung dan sebagai tempat
Musyawarah & Mufakat Warna merah melambangkan masyarakat
Banyuasin berkemauan keras semangat & tekat untuk membangun atau
menyelesaikan permasalahan.
5 Rantai Kiri dan
Kanan Melambangkan pengikat hubungan masyarakat dan
falsafah antara dulang dan tudung saling mengikat tidak terpisahkan
sebagai pemersatu masyarakat Banyuasin.
Dulang
Melambangkan Wadah Pemersatu dan Kekeluargaan Masyarakat Banyuasin
Tangkai Buah Padi
dan Sekutum Bunga Kapas Melambangkan kesejahteraan bagi
masyarakat Banyuasin
9 (Sembilan) Garis
Biru Melambangkan di Kabupaten Banyuasin mengalir sungai
sebanyak 9 anak sungai
Moto Sedulang
Setudung Sedulang Setudung adalah Bahasa bahasa Daerah yang
melambangkan bahwa Masyarakat Banyuasin dalam membangun Daerah
didasari tekad kebersamaan, pita putih melambangkan kesetiaan dan
keluhuran.
Tulisan Kata
Banyuasin Menyatakan Nama Daerah
Dahulu kala di sebuah desa di pangkalan balai hiduplah seorang janda
denngan kedua anaknya. Anaknya yang pertama berumur 10 tahun dan anaknya
yang kedua masih bayi. Mereka telah menjadi yatim.
Ibunya mencari nafkah untuk kedua anaknya yang masih kecil-kecil itu.
Mereka hidup sangat sederhana. Mereka mencari apa saja yang ada di hutan
untuk dimakan. Ibunya juga mencari ikan di sungai dan dapatlah seekor
ikan mas besar. Dibawanya ke rumah lalu dimasaknya. Tertapi ikan ma situ
belum dimakan dan disimpan dalam lemari.
Sore hari ibu mencari jangkrik di hutan untuk dimakan. Selam berjam-jam
ia mencari jangkrik untuk menjadi samtapan bagi mereka atau pun dijual.
Hasil penjualan jangkrik dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
Setelah ia medapatkan jangkrik yang banyak ia pulang ke rumahnya.
Dilihatnya makanan telah habis. Anaknya yang bersikap kurang ajar kepada
ibunya. Jangkrik-jangkrik yang ditangkap dari sore hingga malam itu
dilepaskannya saja. Apa boleh buat. Ibuhnya menangis karena sikap
anaknya yang kurang ajar terhadapnya.
Ia pun pergi ke hutan dan menangis di balik batu besar.
“Ya uhan, alangke kurang ajar anakkum temukelah aku dengan batu
betangkop, gek aku ditelannya dem tu ak ketemu lagi dengan anakku.”
“Kau diamlah. Aku batu betangkop yang kau cari. Aku akan menelanmuj jika
kau mau,” ujar batu besar uyang ia duduki.
Seketika batu itu terbelah dan menelan ibu itu dan hanya jari ibu yang
tersisa di luar batu. Anaknya mersa bersalah akan kelakuakn yang ia
perbuat pada ibunya. Ia lalu mencari ibunya di huan. Sambil
menggendongg adiknya yang masih bayi. Ia menjerit memanggil ibunya.
“Umak…Umak kau di mane oi umak, aku tak sengaje kurang ajr deng
umak,”jeriytnya
Lalu ia treingat dengan omongan ibunya mengenai batu betangkop yang ada
di hutan. Ia mencari bau tersebut sambil bertembang
“Betu belah, betu betangkup, jengan kau telan umakku, kau di mane.”
I menjerit selalu me,mangggil nama ibunya dan tak henti-hentinya
bertembang. Adiknya menangis karena kelaparan ingin menyusu dengna
ibunya.
Tiba=tiba sebuah batu besar memangilnya.
“Umakkmu sudah kumakan. Potonglah jempol tangan umakmu ini untuk
adekmu,” ujar batu.
Dipotongnyalah jempol ibunya untuk menjadi pengganti ASI dari ibunya
untuk adiknya. Ia berlari meninggalkan hutan dan mengingat kejadian itu
sampai tua.
Dahulu kala di tepian Sungai Musi, di sekitar Desa Rantau Bayur dan
Tebing Abang, tinggallah seorang bujangan yang hidup sendirian. Bujangan
ini biasa dipanggil penduduk dengan sebutan Datuk Arenan. Karena
usianya sudah sangat lanjut dan seumur hidupnya belum pernah menikah,
tidak jarang orang menggelarinya dengan sebutan bujang tua.
Pekerjaan sehari-hari Datuk Arenan adalah mencari ikan di sungai. Ia
mencari ikan dengan menggunakan ambat (rawai). Ambat adalah alat untuk
mencari ikan yang dibuat dari rotan yang panjangnya sekitar 50 – 100
meter yang biasa digunakan oleh masyarakat sekitar. Di setiap 1 meter
diletakkan kail yang diberi umpan. Pada bagian pangkal ambat diikatkan
di pohon besar di pinggir sungai. Sementara di bagian ujung ambat
diberi batu. Untuk mencari ikan ambat dibawa ke sungai dan ujung ambat
diletakkan di tengah sungai. Ambat dipasang pagi atau sore hari dan
diangkat pagi hari.
Seperti biasanya setiap pagi Datuk Arenan memeriksa ambatnya. Namun,
tampaknya hari itu nasib baik tidak berpihak kepadanya.Di ambatnya tidak
ada seekor ikanpun yang tersangkut, padahal saat itu sedang musim ikan
mudik atau musim ikan kebangaran (mabuk). Pada musim itu biasanya air
sungai warnanya berubah menjadi kehitam-hitaman dan berbau tidak sedap.
Di antara ikan-ikan mabuk itu yang paling banyak adalah ikan seluang.
Ikan seluang mabuk itu sangat mudah didapatkan. Memang saat itu sedang
musim kemarau. Rupanya ikan seluang yang berlimpah itu tidak menarik
minat Datuk Arenan dan malah ia memasang ikan seluang sebagai umpan di
setiap kail yang ada di ambatnya.
Walaupun ia sempat kecewa tidak mendapatkan satu ekor ikan pun, Datuk
Arenan tidak patah semangat. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Datuk
Arenan melihat ambatnya. Rupanya, pagi ini Datuk Arenan kembali dibuat
kecewa sebab tidak ada satu ikan pun yang melekat di ambatnya.
Terpaksalah Datuk Arenan memasang lagi ambatnya dan menganti umpannya
dengan yang baru. Setelah selesai, pulanglah ia ke rumah. Keesokan
paginya ia periksa lagi ambatnya dan tetap tidak ada satu ikan pun yang
ia dapatkan. Peristiwa ini berlangsung terus sampai satu minggu. Akan
tetapi Datuk Arenan tidak pernah lelah. Tiap pagi ia terus berusaha dan
tidak letih berharap sambil mengganti umpan dan memasang ambatnya.
Setelah satu minggu tidak mendapatkan hasil apa pun, tidak seperti
malam-malam biasanya, pada malam itu itu Datuk Arenan tertidur sangat
pulas. Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi orang tua yang sangat bijak
dan bersahaja. Orang tua itu mengenakan pakaian putih bersih, wajahnya
berjenggot putih panjang, dan memegang tongkat layaknya seorang wali.
“Hai Datuk Arenan, jadilah Engkau orang yang sabar dan tabah. Besok pagi
sekali pergilah Engkau melihat ambatmu dan akan Kau dapatkan keajaiban
di sana,” ujar sang kakek.
“Keajaiban apakah yang akan aku temukan?” tanya Datuk Arenan.
“Aku tidak akan menjelaskannya. Sebaiknya Kau lihat sendiri keajaiban
itu besok pagi,” jawab kakek.
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, sang kakek langsung menghilang dan
Datuk Arenan pun terbangun dari tidurnya. Ia sangat heran dengan
mimpinya karena seumur hidupnya belum pernah ia bermimpi seperti itu. Ia
terus memikirkan mimpinya itu dan tidak bisa tertidur lagi. Ia pun
tidak sabar menunggu pagi hari.
Untuk membuktikan mimpinya, pagi-pagi sekali Datuk Arernan pergi ke
sungai untuk menarik ambatnya. Suasana masih sangat sepi, belum ada satu
orang pun yang ia temui di perjalanan. Saat menarik ambatnya, ia
melihat pada kail kedua dan ketiga tersangkut alat tenun yang lengkap
dan sangat bagus. Diambilnyalah alat tenun itu. Ia pasang lagi ambatnya.
“Bagus sekali alat tenun ini, punya siapakah gerangan? Apakah ini
merupakan pesan dari mimpiku tadi malam?” tanya Datuk Arenan dalam hati.
Setelah itu Datuk Arenan pun pulang membawa alat tenun tadi. Karena hari
masih sangat pagi, tak ada seorang pun yang melihat ia membawa alat
tenun tersebut. Setiba di rumah dibersihkannya alat tenun itu sehingga
alat tenun itu terlihat semakin bagus, tidak rusak dan bisa dipakai
untuk menenun.
Malam harinya, kembali ia bermimpi didatangi kakek yang muncul dalam
mimpinya malam kemarin.
“Datuk Arenan cucuku, hari ini sudah kau dapatkan keajaiaban itu. Akan
tetapi besok pagi kau harus pergi lebih pagi lagi dan akan kau dapatkan
keajaiban yang tak terbayangkan,” ujar kakek tersebut.
“Keajaiban apa lagikah yang akan aku terima, Kek?” tanya Datuk Arenan.
Sang kakek tidak menjawab, tetapi langsung menghilang. Datuk Arenan
terbangun dari tidurnya dan terus memikirkan arti mimpinya itu.
“Apa ya, kira-kira yang akan terjadi besok pagi?” tanya Datuk Arenan di
dalam hati.
Karena sibuk memikirkan mimpinya, ia tidak bisa tidur lagi. Seperti hari
kemarin, ia pun tidak sabar menunggu pagi hari dan ingin mengetahui apa
yang ia akan dapatkan besok.
Menjelang subuh, ia pergi.untuk memeriksa ambatnya. Karena hari masih
gelap, ia tidak bertemu dengan seorang pun selama perjalanan ke sungai.
Setelah sampai di tepi sungai, ia langsung menarik ambatnya. Benar! Kali
ini ambatnya terasa berat sekali, tetapi ia tidak melihat satu ekor
ikan pun yang melekat di kailnya. Dengan tidak berputus asa, ia terus
menarik ambatnya. Pada bagian ujung ambat, ia melihat sesuatu yang
berkilauan melekat di ambatnya. Semakin mendekati ujung ambat, barulah
terlihat olehnya seperti kain yang berkibar-kibar berkilauan. Setelah
mencapai ujung ambat, terlihat jelas yang melekat di ujung ambat adalah
seorang wanita. Ia sangat terkejut. Diangkatnya wanita itu dan dibawanya
ke pinggir sungai. Bajunya yang putih berkilauan basah kuyup oleh air
dan wanita itu sangat kedinginan. Segeralah dibawanya wanita tersebut
pulang ke rumahnya.
Setiba di rumah, Datuk Arenan langsung membuka lemari pakaiannnya.
Dicarinya pakaian yang cocok untuk wanita asing tersebut. Kemudian ia
teringat bahwa ia pernah menyimpan baju almarhum ibunya. Baju itu sudah
lama sekali ia simpan. Dicarinya baju tersebut dan dan ia berhasil
menemukannya. Ternyata baju itu masih bagus.
“Ini handuk, baju, dan kain yang bisa kau pakai. Segeralah ganti
pakaianmu yang basah itu. Nanti kamu masuk angin,” ujar Datuk Arenan.
Wanita itu menurut saja. Ia menuju kamar dan mengganti pakaiannya.
Sementara itu, Datuk Arenan sangat bingung memikirkan apa yang harus
dilakukannya. Mula-mula terbesik di benaknya untuk merahasiakan saja apa
yang ia temukan pagi ini. Sesaat kemudian pikirannya berubah. Cukup
lama ia memikirkan hal tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk
menceritakan apa yang dialaminya kepada krio di kampungnya.
“Ada apa Datuk, panas terik begini Datuk menemui saya. Pasti ada hal
yang sangat penting yang ingin Datuk sampaikan kepada saya,” ujar krio.
“Ada hal penting yang ingin saya katakan.”
“Katakanlah, Datuk. Jangan sungkan-sungkan. Saya siap mendengarnya.
Kalau memang ada masalah, mudah-mudahan saya bisa bantu.”
“Begini, Krio. Tadi pagi seperti biasa saya memeriksa ambat yang saya
pasang. Namun, saya mendapatkan suatu keajaiban Di ujung ambat saya
tersangkut seorang wanita yang tidak saya kenal. Sekarang wanita itu ada
di rumah saya. Saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan dan apakah
yang saya lakukan ini sudah benar?”
“Benarkah Datuk apa yang Kau bicarakan?”
“Benar, Krio.”
“Jadi, sekarang ini wanita itu ada di rumahmu?”
“Betul, Krio.”
Cukup lama krio berpikir. Ia pun melanjutkan perkataannnya.
“Datuk adalah seorang laki-laki yang tinggal sendirian di rumah. Akan
menjadi aib yang sangat besar kalau Datuk membiarkan wanita itu tinggal
di rumah Datuk seperti sekarang ini. Menurut saya, karena Datuk belum
punya istri, bagaimana kalau Datuk kawini saja wanita itu. Karena datuk
yang menemukan wanita itu, Datuklah yang lebih berhak menjadi istrinya.”
Mendengar ucapan krio, Datuk Arenan sangat gembira. Tidak pernah
terbayang dalam hidupnya bahwa ia akan menikah dengan seorang wanita
yang sangat cantik dan selama ini kecantikannya belum pernah ditemui
pada wanita-wanita di kampungnya.
Tidak lama setelah pembicaraan Datuk Arenan dengan Krio, diumumkanlah
berita pernikahan Datuk Arenan. Setelah itu, diadakanlah pesta
besar-besaran di kampung itu. Semua masyarakat bergembira. Pada acara
perkawinan tersebut, Datuk Arenan dan istrinya mengenakan pakaian adat
perkawinan. Istri Datuk Arena yang memang cantik, semakin cantik dangan
dandanan pengantin tersebut. Semua warga pun mengakui dan memuji
kecantikan istri Datuk Arenan sehingga Datuk Arenan merasa sangat
bangga.
Setelah pesta pernikahan usai, istri Datuk Arenan berpesan kepada
suaminya.
“Kak, aku ikhlas dan rela menjadi istri Kakak karena kebaikan Kakak yang
telah menyelamatkanku. Namun, ada satu permintaanku agar rumah tangga
kita tetap langgeng.”
“Permintaan apakah gerangan itu, Dik.”
“Permintaanku tidaklah berat. Aku hanya meminta pakaianku yang pertama
kali kukenakan saat Kakak menemukanku hendaknya disimpan dengan baik dan
jangan pernah memintaku untuk mengenakannya kembali.”
“Kalau hanya itu permintaanmu, tentulah aku sanggupi.”
Mereka berdua kemudian hidup berbahagia. Datuk Arenan tetap meneruskan
kebiasaannya menangkap ikan. Istrinya di rumah saja. Pekerjaan
sehari-hari istrinya, di samping malayani suaminya, ia menenun benang
menjadi kain menggunakan alat tenun yang ditemukan Datuk Arenan sebelum
menemukan dirinya.
****
Selang beberapa bulan kemudian, desa tersebut kedatangan tamu jauh. Tamu
yang datang adalah rombongan dari Kesultanan Palembang yang pergi
berburu. Karena kemalaman, rombongan pun menginap di desa itu.
Seperti biasa, setiap ada tamu yang datang, masyarakat mengadakan jamuan
untuk menghormati tamu. Selain dihidangkan makanan, tamu juga disuguhi
dan dihibur dengan nyanyian dan tari-tarian.
Malam itu, semua tamu merasa senang dan mereka sangat menikmati suguhan
yang disajikan. Banyak warga yang turut hadir dalam jamuan itu, termasuk
Datuk Arenan dan istrinya.
Setelah semua tarian dan nyanyian ditampilkan, para tamu yang terpesona
dengan kecantikan istri Datuk Arenan meminta kepada krio agar
mengizinkan istri Datuk Arenan menari. Disampaikanlah keinginan para
tamu kepada Datuk Arenan. Datuk Arenan merasa sangat gembira. Ia merasa
tersanjung dan mendapat kehormatan yang luar biasa.
“Baiklah kalau begitu, kami berdua pamit pulang sebentar untuk
berganti pakaian,” kata Datuk Arenan kepada krio yang menyampaikan
permintaan para tamu.
“Sebenarnya, pakaian yang dipakai istrimu sudah cukup bagus, tetapi
kalau istri Datuk ingin berganti pakaian kami persilakan. Kami semua
menunggu di sini,” jawab krio.
Setelah berpamitan, pulanglah Datuk Arenan beserta istrinya. Kerena
jarak dari tempat perjamuan menuju ke rumah Datuk Arenan tidak terlalu
jauh, sebentar saja mereka sudah sampai di rumah.
“Dik, rasanya tidak ada pakaian yang paling pantas kau kenakan pada
kesempatan baik ini selain pakaian yang engkau kenakan waktu pertama
kali kita bertemu. Kenakanlah pakaian itu Kau akan kelihatan semakin
cantik dan mempesona.”
“Kak, bukankah Kakak sudah berjanji padaku untuk tidak menyuruhku
memakai pakaian ini? Jadi, tolong jangan suruh aku memakainya. Lebih
baik aku kenakan pakaian yang lain saja. Bagaimana kalau yang ini?” kata
istrinya sambil menunjukkan baju yang cukup bagus yang baru selesai ia
buat.
“Tapi, Dik, Kakak ingin engkau mengenakan pakaian ini. Kakak ingin
sekali semua mata terpesona melihat kecantikanmu dalam balutan pakaian
ini dan tentu ini akan membuat Kakak akan sangat bangga .”
“Kak, sekali lagi tolong, jangan…jangan Kakak paksa aku memakai pakaian
ini. Aku takut Kak, kalau aku memakai pakaian ini akan terjadi keanehan
yang aku yakin Kakak dan aku tidak menghendakinya. Percayalah padaku,
Kak!”
“Percayalah Dik, Kakak yakin tidak akan terjadi apa-apa pada diri Adik.
Sekarang cepat kenakan, mereka semua sudah menunggu kedatangan kita.”
“Jangan Kak, lebih baik aku memakai pakaian yang lain saja.”
“Ayolah Dik, cepatlah kenakan pakaian ini!”
“Baiklah kalau Kakak memaksa, saya akan turuti. Akan tetapi Kakak jangan
pernah menyesal dan jangan menyalahkan saya jika terjadi sesuatu
setelah saya mengenakan pakaian ini.”
Setelah mengenakan pakaian tersebut, mereka berdua pergi ke tempat
perjamuan. Kemudian, menarilah istri Datuk Arenan pada acara jamuan itu.
Keindahan tariannya membuat semua yang hadir terpesona. Gerakan
tariannya yang lemah gemulai sangat menarik dan memikat hati. Semua
bertepuk tangan dan memuji penampilan isri Datuk Arenan.
Istri Datuk Arenan terus menari dengan sungguh-sungguh.. Namun, semakin
lama istri Datuk Arenan menari, timbulah keanehan. Perlahan-lahan kaki
istri Datuk Arenan terangkat naik. Semakin lama tubuhnya melayang
semakin tinggi dan terus naik hingga hilang dari pandangan mata.
Semua yang hadir terpaku, lalu menjadi panik. Mereka bingung seakan
tidak percaya dengan apa yang mereka lihat. Terlebih-lebih Datuk Arenan.
Ia berlari-lari sambil menjerit-jerit memanggil istrinya.
“Dik, turun Dik, jangan tinggalkan Kakak sendirian. Kakak janji tidak
akan menyuruhmu memakai pakaian itu lagi. Turunlah Dik!”
Berkali-kali Datuk Arenan menjerit memanggil istrinya. Setelah lelah
menjerit dan berlari-lari, ia pun tersungkur di tanah.
“Oh Dik, mengapa kau tinggalkan kakak sendirian. Belum lama kita
bertemu, mengapa Kau tega meninggalkan Kakak dengan cara seperti ini,”
ucap Datuk Arenan sambil tak henti-hentinya menangis dan menyesali
tindakannya.
Warga yang mendengar ratapan Datuk Arenan pun turut hanyut dalam
kesedihan. Tidak sedikit pula yang meneteskan air mata. Salah sorang
warga membimbing Datuk Arenan pulang ke rumahnya.
Malam itu datuk Arenan terus memanggil-manggil istrinya sambil matanya
menatap ke langit.
Setelah kejadian itu Datuk Arenan terus dalam kesedihan. Sambil meratapi
kepergian istrinya, ia menggerak-gerakkan tubuhnya mencoba mengikuti
gerakan tarian istrinya sebelum pergi. Ia ingat setiap gerakan istrinya.
Setiap hari ia menari menirukan gerakan istrinya. Semakin sering ia
menari, semakinlah ia sadar tarian istrinya itu seperti gerakan ikan
seluang.
Untuk terus mengenang istrinya, Datuk Arenan pun mengajarkan garakan
tarian istrinya kepada gadis-gadis di desanya. Tarian yang diajarkannya
inilah yang diberi nama tari seluang mudik.
Dahulu kala di sebuah hutan belantara, tinggallah seorang pemuda yang
sangat tampan dan baik hati. Pemuda itu tinggal bersama kakeknya di
dalam rumah yang sangat sederhana yang beratap daun rumbia, dan
berdinding papan. Kedua orang tuannya telah tiada. Kakeknyalah yang
merawatnya sejak kecil. Pemuda itu bernama Panji.
Sang kakek memiliki ilmu bela diri dan juga memiliki kesaktian. Di bawah
asuhan sang kakek, Panji diajarkan ilmu bela diri. Ia juga diajarkan
hidup disiplin dan tidak sombong sebagai manusia. Bahkan, semua
kesaktian yang dimiliki sang kakek pun diturunkannya kepada Panji karena
sang kakek yakin Panji tidak akan menyalahgunakan ilmu yang telah
diberikannya. Seiring bertambahnya waktu, Panji semakin mantap dengan
ilmu yang diberikan sang kakek dan ia telah menguasai semua ilmu yang
diajarkan sang kakek.
Seiring bertambahnya waktu, Kakek pun semakin bertambah umurnya.
Tubuhnya semakin renta dan pandangannya pun sudah kabur dan
sakit-sakitan.Hari itu sang kakek memanggil Panji.
“Panji cucuku, kemarilah!”
“Iya ,Kek. Aku di sini.” Panji mendekat dan memegang tubuh kakek.
“Panji cucuku, kakek sudah tua dan tidak ada lagi yang bisa kakek
berikan kepadamu, mungkin umur kakek tinggal sebentar lagi.”
“Kakek!” ucap Panji dengan lirih.
“Kakek minta semua yang telah kakek berikan dapat kau gunakan dengan
sebaiknya, jangan disalahgunakan.”
“Kek!” ucap Panji mencoba menahan emosi
“Setelah kakek tiada, pergilah ke kota, carilah pekerjaan dan hiduplah
dengan uang hasil jerih payahmu. Akan tetapi, ingatlah, di kota banyak
orang-orang jahat. Jagalah dirimu, jangan sampai engkau ikut-ikutan
seperti mereka, tegakkanlah keadilan di sana!”
“Iya Kek, saya berjanji.” Jawab Panji mencoba meyakinkan kakeknya
walaupun hatinya sangat sedih.
Tidak lama setelah kejadian itu, sang kakek meninggalkan Panji untuk
selama-lamanya. Panji tak kuasa menahan air mata dan kesedihannya. Ia
merasa sendiri. Setelah memakamkan kakeknya, ia pun melaksanakan pesan
terakhir kakeknya.Ia tinggalkan tanah kelahirannya dan pergi ke kota.
Setelah lama berjalan, sampailah ia di kota. Ia pun bekerja dan tinggal
di sana. Ia pun membuktikan sendiri ternyata apa yang disampaikan sang
kakek memang benar. Perampok sangat sering terjadi. Saat melihat
perampok beraksi, Panji langsung memberantasnya. Karena keberaniannya,
Panji menjadi terkenal sebagai pemuda misterius yang berani melawan
kejahatan.
Keberanian Panji melawan kejahatan sampailah ke telinga sang sang raja.
Raja pun menyuruh pengawalnya untuk mencari Panji.
“Hulubalangku, ke marilah!”
“Duli Tuanku” jawab hulubalang.
“Segeralah kau Pergi mencari pemuda yang bernama Panji. Kudengar ia
memiliki kesaktian yang tinggi dan bawalah ia menghadapku.”
“Baik Tuanku, hamba berangkat.”
Berangkatlah hulubalang raja untuk mencari pemuda bernama Panji. Setelah
lama berjalan, akhirnya hulubalang raja berhasil menemukan Panji dan
membawanya ke hadapan raja.
“Duli Tuanku, hamba Panji datang menghadap”
“Benar kau pemuda yang telah berani melawan setiap terjadi perampokan?”
Tanya sang raja.
“Benar Tuanku,” Jawab Panji
“Aku telah mendengar keberanianmu dan kesaktianmu. Untuk itu, sekarang
engkau kuangkat menjadi panglima perang kerajaan.”
“Hamba dengan senang hati menerima tugas yang Tuan berikan pada hamba.”
“Aku juga akan memberikan puteriku yang cantik ini sebagai istrimu”.
“Terima kasih, Tuan,” jawab Panji terbata-bata karena tidak menyangka
raja memberinya sesuatu yang luar biasa, sesuatu yang tidak pernah
terbesit dalam hatinya.
Panji pun diangkat sebagai panglima perang dan dinikahkan dengan putri
raja.
Di bawah pimpinan Panji, negeri itu menjadi makmur dan terkenal akan
kekuatannya. Perampok dan pemberontak ditumpas habis, sehingga negeri
itu menjadi sejahtera. Setiap ada peperangan, Panji selalu berada di
barisan terdepan.
Karena jasa besar Panji, raja akhirnya mengubah nama negeri mereka
menjadi Pangkalan Panji. Nama pangkalan di ambil dari pelabuhan dagang
kerajaan yang merupakan pangkalan kerajaan yang telah menjadikan negeri
itu sejahtera. Panji dan istrinya hidup bahagia.
Tersebutlah kisah persahabatan dua Raja yaitu Raja Seberang Lautan dan
Raja Sebelah Lautan. Merekaa berjanji apabila salah satu di antara
mereka mempunyai anak laki-laki maka mereka akan mendatangi yang
mempunyai anak perempuan.
Ternyata Raja Seberang Lautan mendapat seorang anak laki-laki, sehingga
Raja Seberang Lautan mendatangi Raja Sebelah Lautan, akan tetapi sang
Raja merasa malu karena anaknya berbentuk Biawak Sisir bukan berbentuk
manusia biasa.
Beberapa waktu kemudian Biawak Sisir tumbuh dewasa dan ia pun menemui
ibunya dan berkata
“Ibu aku ingin jalan-jalan ke kerajaan Sebelah Lautan”
“tapi kamu tidak sama dengan manusia yang lain, Nak”.
Namun Biawak Sisir tetap bersikeras pergi ke kerajaan seberang Lautan.
Biawak Sisir terus berjalan sampai ke kerajaan Sebelah Lautan dan
bertemu dengan seorang putri.
“Hai pemuda siapa namamu dan darimana asalmu? “Tanya Putri.
“Aku Biawak Sisir berasal dari kerajaan Seberang Laut mencari teman
yang dapat
kujadikan tempat berbagi suka dan duka”
“Kalau begitu maukah kau ke rumahku”
“Baiklah” jawab Biawak Sisir.
Akhirnya sampailah mereka di rumah sang Putri, mereka bercakap-cakap dan
bertukar cincin mencocokkan jari Biawak Sisir dan Putri.
Tak terasa hari petang Biawak Sisir berpamitan pulang ke rumahnya.
“Darimana saja kamu, Nak?” Tanya ibu
“Aku dari kerajaan Sebelah Lautan bu!” jawab Biawak Sisir.
Kemudian Biawak Sisir menceritakan pertemuannya dengan Putri Kerajaan
Sebelah Lautan tersebut ia merasa tertarik dengan Putrid an
memperlihatkan cincin, selendang, kain dan baju pemberian Putri Raja
tersebut.
Kemudian Biawak Sisir memohon kepada ayahnya untuk melamar sang Putri
Raja Sebelah Lautan pada malam purnama ini.
Ayahnya berkata “Tapi ayah malu Nak, kamu bukan seperti orang biasa”.
“Kita turuti saja lah Pak” jawab ibu.
Dengan berat hati ayah menuruti permintaan Biawak Sisir.
Biawak Sisir merasa senang dan gembira mendengar permintaannya dipenuhi.
Sampailah waktu yang telah ditentukan lamaran pun dilaksanakan. Mereka
disambut oleh sang Raja Sebelah Lautan, Ayah berkata “Maafkan aku
sahabat anakku tidak sama dengan orang lain ia adalah Biawak Sisir”.
“Tidak mengapa, lamaran kalian tetap kuterima apalagi mereka sudah
saling cinta tapi ada satu syarat” jawab Raja
Ayah Biawak Sisir berkata “Apa syaratnya”.
“Aku minta Biawak Sisir membuat sebuah Negeri, kalau Biawak Sisir mampu
memenuhi permintaanku maka aku akan menerima kamu menjadi menantuku”
jawab Raja Sebelah Lautan.
Ayah biawak Sisir bertanya “Apakah kamu sanggup memenuhi permintaan
ayah sang Putri”.
“Baiklah aku akan memenuhi permintaan Ayah sang Putri untuk membuat
sebuah Negeri asalkan kami dinikahkan terlebih dahulu,” jawab Biawak
Sisir.
Akhirnya pernikahan pun dilangsungkan, namun dua minggu pernikahan
mereka ternyata permintaan Ayah sang Putri belum terpenuhi, melihat hal
itu Ayah Putri marah “Hai Putri mengapa suamimu tidak menepati janjinya
untuk membuat sebuah negeri, kalau ku tahu seperti ini tentu pernikahan
ini tidak akan terjadi”. Mendengar hal itu Biawak Sisir berkata pada
istrinya “Saya akan memenuhi permintaan ayahmu tapi tolong carikan jeruk
nipis tujuh setangkai, budak turun tujuh”, kemudian Biawak Sisir
mengajak istrinya ke laut untuk mandi, ia berpesan “jika kita sampai di
laut ucapkanlah apa uang kau inginkan”
“Baiklah” jawab sang Istri
Sesampainya di laut sang istri berucap “Kembalikan suamiku seperti
manusia biasa”. Biawak Sisir membakar kemenyan putih sambil berkata
“Jual anak jual kangkung kalau aku anak dewa terima sekali segala yang
kuajung
(kuperintah) datang”.
Biawak Sisir turun ke laut dan menyelam cukup lama, tiba-tiba muncul
kerumpang (kulit) Biawak Sisir itu lalu diambil oleh sang istri, tak
lama kemudian muncullah seorang pemuda tampan yang tiada bandingannya.
Pemuda itu tak lain adalah Biawak Sisir yang telah berubah wujud
aslinya. Betapa senang hati sang Putri melihat suaminya telah menjadi
manusia biasa.
Kemudian Putri diajak ke suatu tempat di tepi hutan, hutan tersebut
dibakar dan dibersihkan, setelah dibersihkan Pemuda itu kembali membaca
mantra “Jual anak jual anak kangkung kalau aku dewa turun sekali, segala
yang kuajung (kuperintah) dating, jeramba emas banyak emas, angsa
menjutai atau sampai ke laut”. Tiba-tiba keajaiban terjadi hutan yang
telah merekaa bakar api pun reda tinggal asapnya kedua suami istri sudah
berada di dalam istana yang sangat megah.
Akhirnya mereka pulang ke kerajaan dan menceritakan semuanya kepada
Raja. Sebelum mereka pindah ke negeri baru itu Biawak Sisir berganti
nama ‘MEGAT HARI’ Megat Hari kemudian menjadi Raja di negeri baru itu
smapai turun temurun.
Dahulu kala hiduplah seorang petani yang kaya. Kekayaannya sangat
melimpah. Dia mempunyai anak perempuan yang cantik jelita bernama Putri
Merilianti. Ia sangat ditakuti di desanya, desanya bernama desa Talang
Lama. Pak tani juga kaya tetapi pelit. Setiap kali warga datang ingin
meminta bantuan setiap kali kembali tidak menimbulkan hasil.
Suatu hari datanglah seorang pemuda dari desa seberang, dia mendengar
di daerah ini ada pak tani yang sangat pelit, dia ingin membuktikannya
sendiri kepelitan pak tani, dia berpura-pura datang ingin meminta
bantuan, pemuda itu berkata pada pak tani.
“ Pak tani, boleh saya meminta sepiring nasi ?”
“ Apa ? kamu ingin sepiring nasi ?” pak tani balik bertanya.
“ Ya, kalau pak tani membolehkan !”
“ Enak saja, di daerah ini lagi musim kering dan sawah kami lagi
kekeringan, jdi tidak ada sepiring nasi untukmu.” Kata pak tani.
Melihat hal itu putri Merilianti merasa kasihan terhadap pemuda itu ia
berkata pada ayahnya.
“ Ayah, mengapa ayah tidak memberikan sedikit nasi untuk dia? Padahal
ayah adalah orang kaya didaerah ini.”
Lagi-lagi ayah menjawab dengan kata-kata kasar.
“ Apakah enak orang mencari sepiring nasi dengan susah payah,
berpanas-panasan setiap hari, setelah itu dikasihkan dengan semudah itu
apakah itu yang benar?”
“ Ayah memang tidak pernah memikirkan rakyat kecil maunya menang
sendiri, ayah pelit!!”
Sambil putri belari masuk kedalam rumah. Pak tani dengan sikap pelitnya
itu menjadikan dia orang yang sombong. Ia setiap hari tidur bersama
ayamnya. Kebetulan rumah pak tani tingai, mempunyai empat buah tiang,
tiang rumahnya terbuat dari kayu meranti. Dikarenakan dia tidur di
kandang ayamnya ia sangat sayang dengan kasurnya yang sangat bagus,
supaya tidak cepat rusak ia memilih tidur di kandang ayam.
Suatu malam pemuda itu datang lagi ia melihat pak tani tidur di kandang
ayamnya. Ia langsung masuk ke rumah pak tani. Pemuda itu ke dapur dan
dia merebus air, setelah air itu mendidih lalu disiramnya air itu ke
tubuh pak tani yang ada di bawah rumah. Seketika itu pak tani tidak
bernyawa lagi. Besok harinya ditemukan oleh warga bahwa pak tani telah
meninggal. Akhirnya pemuda itu menikahi putri Merilianti. Mereka hidup
bahagia, dan mereka dikaruniai seorang anak yang diberi nama putri
Meranti, sejak itulah desa itu diganti namanya menjadi desa Meranti.
Dahulu Kala ada suatu dermaga yang sangat ramai di kunjungi oleh para
pedagang. Dermaga itu terletak di desa ujung. Di desa ujung ada saudagar
kaya raya dan arif bijaksana. Ia biasa disapa orang dengan sebutan Pak
Thalip. Pak Thalip mempunyai anak gadis yang sangat cantik.
Kecantikannya bagai bidadari yang turun dari kayangan dan bagaikan
berlian yang sudah diasah. Kepribadiannya sangat baik, tingkah lakunya
sangat sopan, santun, dan ia juga tidak sombong Tidak heran
orang-orang di desa ujung sangat senang kepadanya. Gadis itu bernama
Munai.
Suatu hari seorang pemuda bernama Muning Saka yang berasal dari desa
seberang datang ke desa ujung. Muning Saka pergi dari rumahnya karena
orang tuanya ingin menjodohkannya dengan seorang gadis yang juga tinggal
di desa ujung. Pemuda itu sangat tampan, gagah, berani, dan bijaksana.
Pemuda tersebut datang ke desa ujung untuk mencari istri pilihannya
sendiri. Ia ingin mencari istri yang ia cintai.
Setelah beberapa hari tinggal di desa ujung, ia belum juga berhasil
menemukan gadis pujaan hatinya. Akan tetapi, ia tidak putus asa. Ia
tetap tinggal di desa itu karena masyarakat di sana sangat ramah. Hal
tersebut membuat Muning Saka betah tinggal di sana.
Suatu hari Muning Saka mendengar kabar bahwa di desa ujung ada seorang
saudagar kaya yang mempunyai seorang anak gadis yang cantik luar biasa.
Muning Saka sangat penasaran dan ia ingin membuktikan sendiri kebenaran
berita tersebut. Ia tidak percaya sebelum melihatnya sendiri. Ketika ia
sedang duduk santai di atas kapal, dia melihat di sekitar dermaga ada
seorang gadis yang sangat cantik. Ia amati baik-baik tingkah laku gadis
itu. Sifat gadis itu terhadap orang-orang yang dijumpainya sangatlah
sopan dan ramah. Muning Saka terpesona dan terkagum-kagum kepada. Ia pun
menetapkan bahwa gadis yang dilihatnya itulah yang cocok untuk jadi
pendamping hidupnya. Bertanyalah ia kepada orang-orang desa ujung
tentang gadis cantik tersebut. Ternyata, gadis itu bernama munai. Muning
Saka terkejut dan termenung ketika mendengar nama Munai. Munai adalah
gadis yang ingin dijodohkan dan dinikahkan dengannya.
Pada suatu kesempatan Muning Saka mendatangi rumah Pak Thalip dengan
maksud melamar munai. Dengan berani dia menyampaikan tujuan
kedatangannya kepada Pak Thalip. Ia disambut dengan baik oleh Pak Thalip
dan lamarannya pun diterima dengan senang hati.Munainya pun tidak
keberatan sama sekali untuk menikah dengan Muning Saka. Ternyata, Munai
telah menyukai Muning Saka sejak pertama kali melihatnya.
Hari pernikahan pun ditentukan. Muning Saka pulang ke rumahnya untuk
memberitahukan kepada keluarganya dan ia akan kembali menjelang hari
pernikahan.
Menjelang pernikahan, Pak Thalip bersama istrinya pergi untuk
mengabarkan berita pernikahan munai.
“Munai anakku. Bapak dan Ibu akan pergi mengundang saudara-saudara kita.
Bapak dan Ibu ingin hari pernikahan kamu nanti mereka semua bisa
datang.”
“Iya, Pak.”
“Hati-hatilah di rumah.” Pesan Pak Thalip kepada anaknya.
Saat Pak Thalip dan istrinya pergi,datanglah segerombolan perampok
memasuki rumah Pak Thalip. Gerombolan perampok tersebut mendatangi rumah
Pak Thalip karena mereka merasa penasaran mendengar kabar tentang
kecantikan Munai. Selain itu, mereka juga ingin mengambil harta Pak
Thalip yang sangat banyak. Perbuatan perampok tersebut sangatlah keji.
Selain mengambil semua harta Pak Thalip mereka juga memaksa munai
melayani nafsu bejat mereka. Munai berusaha melawan, tetapi ia tidak
berdaya melawan gerombolan perampok tersebut. Mulai diperkosa secara
bergantian. Setelah puas, mereka membunuh Munai dan tubuh Munai mereka
cicang seperti mereka mencincang hewan.
Ketika pak Thalip dan istrinya pulang, mereka sangat terkejut melihat
kenyataan yang harus mereka terima.
“Anakku,” Jerit Pak Thalip dan istrinya. Mereka berlari meraih tubuh
Munai yang sudah tidak karuan.
“Anakku Munai. Mengapa jadi begini, anakku!” jerit Ibu Munai
keras-kerasnya. Ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menjerit.“Bapak,
apa yang telah mereka lakukan terhadap anak kita,”
“Bapak, aku menyesal telah meninggalkan Munai sendirian,”
“Aku juga menyesal, Bu.”
Pak Thalip dan istrinya segera mengabarkan kematian Munai kepada
masyarakat dan keluarga Muning Saka.
Perih hati Muning saka menerima kabar kematian orang yang dicintainya.
Ia pun berniat membalas dendam. Ia mengantarkan daging gajah yang
dimasak dengan sangat sangat nikmat kepada gerombolan perampok. Daging
gajah tersebut telah diberinya racun yang mematikan. Melihat sajian yang
mengundang selera, gerombolan perampok langsung menyantap makanan yang
diberikan Muning Saka kepada mereka. Setelah menyantap makanan
tersebut, satu-persatu dari gerombolan perampok tersebut rubuh dan
meninggal. Muning Saka mencincang tubuh para perampok seperti mereka
mencincang munai. Tubuh para perampok itu dibuangnya ke laut.
Berita kematian munai membuat gempar desa ujung. Mereka membicarakan
kematian seorang gadis cantik yang baik hati, berbudi luhur, sopan
santun serta kecantikannya pun bak berlian yang berkilauan. Untuk
mengenang kematian munai, masyarakat desa ujung mengganti desa ujung
dengan nama “Bom Berlian”. “Bom”artinya gemparnya berita kematian munai,
sedangkan “berlian”artinya kecantikan seorang gadis dan sifat yang
berbudi luhur bagaikan berlian. Bom Berlian terletak di Pangkalan
Balai, Banyuasin III, Sumatera Selatan.
Sekitar abad ke 15 di Pangkalan Balai tepatnya di daerah Muara
Tambangan (Boom Berlian) terdapat pemukiman yang bernama Talang
Gelumbang. Pemukiman ini awalnya hanya terdapat tujuh buah rumah yang
berdekatan, penduduk daerah tersebut bernama pencaharian pertanian dan
perikanan, penduduknya hidup dengan damai, kemakmuran daerah tersebut
terdengar oleh para perampok Selat Malaka mendatangi daerah tersebut
untuk mengambil dan merampas harta benda dan menteror masyarakat
setempat.
Alkisah tersebutlah seorang tokoh bernama Beremban Besi (Puyang
Beremban Besi). Beremban Besi semasa kecil orang tuanya sudah meninggal,
dia hidup sebatang kara hidupnya serba kekurangan dia pun sangat tidak
terurus, rambutnya dibiarkan gondrong (panjang). Setelah berumur
kira-kira tujuh tahun Beremban Besi diasuh oleh kakeknya yang berada di
lihir Sungai Banyuasin untuk membantu kakeknya bercocok tanam.
Pada suatu hari cucu sang kakek (Beremban Besi) terjatuh dari
ketinggian namun tidak sedikitpun terluka, karena peristiwa itu kakek
Beremban Besi mulai sadar bahwa cucunya mempunyai kesaktian yang luar
biasa kebal terhadap senjata tajam apapun, melihat itu maka Beremban
Besi diajari ilmu bela diri untuk membela kebenaran.
Setelah Beremban Besi beranjak remaja, Beremban Besi melihat ada kapal
besar yang menuju ke hulu Sungai Banyuasin, karena baru pertama kali
Beremban Besi melihat kapal besar itu, ia pun bercerita pada kakeknya.
Kakek Beremban Besi kaget dan berkata “itu pertanda malapetaka bagi
penduduknya”. Beremban Besi diperintahkan kakeknya ke hulu sungai untuk
melihat para perampok merampas harta benda dan menyiksa orang namun
tidak ada yang berani melawan.
Mengetahui hal itu Beremban Besi berteriak “Hai perampok hentikan
kebiadaban kalian”. Namun, para perampok tidak berhenti bahkan semakin
menjadi-jadi. Kepala perampok menjawab “Hai anak kecil pergi kau dari
sini kalau tidak kau pun akan kubunuh”.
Akan tetapi Beremban Besi tidak menghiraukan bentakan kepala perampok
itu sehingga terjadi perkelahian antara para perampok dengan Berembang
Besi dalam perkelahian itu tombak, pedang dan senjata tajam para
perampok tidak satu pun yang dapat melukai Berembang Besi. Perkelahian
terus berlanjut sampai ke daerah hillir Talang Gelumbang (Muara
Tambang), karena perkelahian berhari-hari di kawasan pohon nipah
mengakibatkan pohon itu daunnya menjadi kuning, sehingga sekarang
dikenal dengan Nipah Kuning.
Alkisah tersebutlah cerita tentang kekejaman bajak laut di
Selat Malaka yang terkenal sejak zaman Hangtuah. Wilayah kekuasaan bajak
laut atau yang disebut Lanun telah menyebar sampai ke perairan
Kesultanan Palembang. Sebelumnya, Puyang Beremban Besi seorang tokoh
masyarakat di daerah Banyuasin pernah menumpas para bajak laut ini,
sayangnya Lanun atau bajak laut yang masih hidup dilepas begitu saja
pulang ke tempat asalnya. Dari cerita-cerita tersebutlah, entah generasi
ke berapa para Lanun atau Bajak Laut datang kembali dengan kekuatan
penuh dengan persenjataan yang lengkap mendatangi dusun Talang Gelumbang
yang sudah aman, tentram dan damai, dengan tujuan merapas harta
kekayaan penduduk di wilayah tersebut.
Sejak awal berdirinya dusun Talang Gelumbang telah mempunyai
perangkat dusun berupa Pemimpin Keamanan, Pemimpin Kemasyarakatan, dan
Pemimpin Adat. Di bawah kepemimpinan perangkat dusun inilah, mereka
bebas berusaha, bertani, dan merantau meninggalkan kampung halaman untuk
mencari nafkah. Ternyata kedamaian di dusun tersebut terusik dengan
datangnya bajak laut atau Lanun yang sangat kejam dan berilmu sakti
bernama Minak Raden.
Inilah awal perjuangan sang Srikandi Munai.
Munai adalah seorang gadis biasa yang berasal dari keluarga
terhormat, dia adalah putri dari Thalib Wali pemimpin dusun Talang
Gelumbang. Menurut cerita ia adalah gadis yang sangat cantik di dusun
tersebut, kulitnya putih kuning dan rambutnya panjang ke lutut.
kecantikannya sudah menjadi buah bibir orang dusun tersebut, bahkan
terdengar sampai ke dusun sekitar. Perihal kecantikannya Munai pun sudah
diketahui keluarga Kesultanan Palembang. Salah satu Pengeran bermaksud
meminang Munai untuk dijadikan sebagai selir, dan rencana ini pun
ditentang dan ditolak oleh orang tua Munai, yaitu Thalib Wali yang
dikenal sebagai orang yang sakti. Thalib Wali sadar bahwa penolakkanya
terhadap keluarga kesultanan untuk menjadikan anaknya sebagai selir akan
membawa petaka. Oleh karena itu, langsung saja diterima ayahnya. Sejak
saat itu Munai resmi bertunangan. Keesokkan harinya ayah Munai Thalib
Wali pergi ada urusan ke dusun seberang.
Menurut tradisi atau adat istiadat setempat, apabila seorang
perempuan sudah dipertunangkan harus mematuhi ketentuan adat, yakni
'Ayam Sikok Belumbung Duo' artinya keluarga kedua belah pihak harus
menjaga calon pengantin terutama perempuan, ia tidak diperkenankan mandi
sendirian ke sungai, tidak diperkenankan masuk hutan dan
pantangan-pantangan lainnya, apabila ingin pergi hajatan ia harus di
temani kawan-kawan remajanya termasuk kebiasaan menjemur padi, menumbuk
padi dan sebagainya. Seperti biasanya Munai dan remaja lainnya sedang
menjemur padi, sedangkan tunangannya bekerja di sekitar dusun itu juga
membelah kayu atau puntung untuk digunakan sebagai bahan bakar
persedekahan. Pada saat itulah orang-orang berlarian, berteriak, "Ada
Lanun" alis Perampok Bajak Laut.
Para bajak laut itu datang dengan rombongan lebih kurang 150
orang yang dipimpin oleh Minak Raden memasuki dusun Talang Gelumbang,
mereka masuk ke rumah-rumah menyendera laki-laki dan perempuan serta
merampas harta benda yang ada. Laki-laki diikat dan disiksa sedangkan
perempuan dikumpulkan pada suatu tempat. Akhirnya para Lanun datang ke
tempat Munai dan kawan-kawannya. Betapa terkejutnya Minak Raden melihat
kecantikkan Munai yang menurutnya tidak ada bandingannya, lalu ia
berkata "Rupanya ada bunga rupawan di sini, sayang sekali kalau tidak
dimanfaatkan akan kujadikan istriku",
mendengar perkataan Minak Raden, tunangan Munai menjadi naik pitam,
marah dan langsung mengayunkan kapak pembelah kayu ke arah Minak Raden,
tapi Minak Raden tidak terluka. Melihat kejadian tersebut anak buah
Minak Raden langsung menangkap tunangan Munai dan berusaha untuk
menyiksa bahkan membunuhnya. Pada saat genting tersebutlah Munai berkata
" Nanti dulu tuan-tuan yang terhormat, saya mohon orang-orang dusun
kami jangan disiksa dan dibunuh, silahkan ambil semua yang tuan
kehendaki, tetapi jangan kami disakiti". Kemudian Minak Raden berkata
lagi "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat, engkau harus bersedia
menjadi istriku, aku kaya dan sangat berkuasa".
"Aku bersedia menjadi istrimu, asalkan dilamar secara baik-baik dan
diramaikan melalui persedekahan yang meriah". jawab Munai.
Mendengar pernyataan Munai, tunangannya sangat kecewa dan timbul kesan
bahwa Munai senang pada lelaki yang banyak istri dan sudah tua. Kemudian
ia langsung lari masuk hutan karena kecewa. Melihat kejadian tersebut
Munai hanya terdiam.
Kemudian Munai dengan wibawanya memerintahkan orang-ornag
dusun untuk menyiapkan keromongan menyambut tamu, memotong kerbau,
menghibur tamu-tamu dengan kesenian. Semua remaja dan ibu-ibu rumah
tangga diperintahkan untuk bergotong-royong masak nasi, daging kerbau
dan lain-lain. Khusus makanan para tamu langsung dimasak sendiri oleh
Munai. Ketika makan-makan berlangsung, para tamu dihidangkan makanan
yang lezat, karena mereka jarang menikmati mekanan tersebut, mereka
makan dengan lahapnya seluruh lauk pauk yang dihidangkan habis dimakan.
Setelah makan dan menikmati hiburan mereka tertidur pulas,
sampai keesokkan harinya tidak ada yang terbangun. Kemudian menjelang
siang, Thalib Wali orang tua Munai pulang dari dusun seberang setelah
diberitahukan oleh tunangan Munai, Thalib Wali memeriksa semua lanun
atau bajak laut yang tertidur ternyata semuanya sudah mati, kecuali sang
pemimpin Minak Raden karena ia sakti ia pun tidak ikut mati.
Tipu muslihat yang dijalankan Munai memang hebat, khususnya
untuk tamu-tamu bajak laut, ternyata lauk pauk daging kerbau ia campur
dengan otak gajah yang sudah tersedia dirumahnya, otak gajah ini adalah
racun yang dapat membunuh secara perlahan-lahan.
Minak Raden melihat seluruh anak buahnya mati ia merasa tidak
berani dan mohon ampun kepada Thalib Wali dan ia diizinkan untuk
meninggalkan dusun Talang Gelumbang, langsung masuk hutan dan
menghilang.
Akhirnya semua orang memuji kecerdasan dan taktik yang
diperankan Munai dan tunangannya sendiri yang semula sakit hati dan
kecewa memuji keberanian Munai, akhirnya ratusan mayat bajak laut
tersebut dipenggal dan dipisahkan badan, kepala, dan kaki lalu dibuang
ke suatu tempat yang terlindung atau menjolok ke dalam (gaung) bernama
Suak, karena baunya menyengat, Suak tersebut dinamakan Suak Bangkai di
kampung Napal kelurahan Pangkalan Balai Banyuasin Sumatera Selatan.
Untuk mengenang kepahlawanan Munai. Maka nama Munai diabadikan
sebagai nama lapangan bola kaki yaitu 'Munai Serumpun' dan beberapa
sendra tari yang banyak diperagakan oleh generasi muda sekarang.
Kisah ini menceritakan ada suatu perkampungan yang diberi
nama 'Talang Gelumbang'. Penduduk awalnya hanya dihuni tujuh buah rumah
oleh beberapa keluarga yang dipimpin oleh tiga tokoh masyarakat yaitu
pertama Puyang Beremban Besi seorang pahlawan, penduduk asli yang
mempunyai kekuatan kebaal terhadap berbagai senjata tajam, kedua Bujang
Merawan selaku pimpinan Pemerintahan, dan ketiga adalah Cahaya Bintang
selaku pimpinan adat.
Di antara ketiga tokoh tersebut ada yang berasal dari Cirebon
anak Mangkubumi dari kesultanan CCirebon karena kebijaksanaan dan
wibawaa mereka, desa kecil itu terus berkembang, satu persatu rumah
bertambah, karena banyak daya tarik dari desa ini, akhirnya desa ini
menjadi perkampungan yang ramai.
Mata pencaharian penduduk desa ini adalah bercocok tanam dan
sebagai nelayan, kehidupan masyarakat desa ini selalu dalam suasana aman
dan damai. Sekitar tahun 1600 datanglah seorang yang tak dikenal dengan
kapal layar bernama 'Tuan Bangsali', beliau ternyata seorang ulama,
beliau menyebarkan agama islam sehingga penduduk baik laki-laki maupun
perempuan belajar agama islam.
Tuan Bangsali memilih Thalib Wali sebagai orang
kepercayaannya atau orang yang pandai ilmu agama.
Setelah kedatangan Tuan Bangsali desa ini mengalami
perkembangan yang pesat, karena kampung ini kecil dan kurang memadai
maka pemimpin desa ini memperluas kampung dan memindahkan penduduknya ke
seberang yang diberi nama Napal.
Di desa Napal ini mereka membangun perkampungan baru dan
banyak rumah kokoh berdiri, kemudian penduduk membangun sebuah Balai
Desa yang cukup besar dan sebuah Pangkalan tempat berlabuhnya perahu
dagang dan perahu nelayan Pangkalan ini diberi nama Pangkalan Napal atau
Pangkalan Bangsali.
Beberapa tahun kemudian Puyang Beremban Besi wafat dan
berwasiat agar dimakamkan di hilir dusun (kira-kira dua kilometer dari
Boom Berlian) teernyata di tempat makam beliau ditumbuhi nipah kuning.
Setelah wafatnya Puyang Beremban Besi kemudian Bujang Merawan dan Cahaya
Bintang pun mengundurkan diri karena sudah tua dan sering
sakit-sakitan.
Akhirnya kepemimpinan beralih ke tangan Thalib Wali. Kemudian
Thalib Wali menunjuk dua orang yaitu Puyang Rantau Pendodo sebagai
kepala pemerintahan dan Muning Cana sebagai orang yang gagah berani.
Thalib Wali ini bernama Munai maka orang-orang desa ini
memanggil beliau dengan sebutan 'Muning Munai'. Karena perkembangan desa
dan keadaan pemerintahan yang kurang memadai, maka Thalib Wali
mengambil kebijaksanaan bersama musyawarah rakyat setempat untuk memilih
wakil-wakilnya, mereka yang terpilih adalah Ngunang sebagai Rio (kerio)
Desa inni untuk pertama kalinya. Kemudian Thalib Wali ditetapkan
menjadi khotib yang mengemban tugas agama sebagai pencatat nikah, tolak,
dan rujuk, mengurus kelahirran dan kematian serta mengurus persedekahan
rakyat.
Beberapa tahun kemudian Tuan Bangsali menilai adda beberapa
orang yang pandai ilmu agama islam mereka adalah Thalib Wali dan Dul.
Sedangkan Dul berasal dari Talang Majapani (Lubuk Rengas) dan
kedua orang ini diajak pergi haji ke tanah suci Mekkah dengan
menggunakan perahu layar. Setahun kemudian mereka yang pergi haji
tersebut kembali ke desa ini, yaitu Serumpun Pohon Paojenggih dan
Serumpun Pohon Beringin Nyusang.
Dengan ketentuan harus ditanam di dusun, pohon Poejenggih
ditanam di sebelah kiri naik dan Pohon Beringin Nyusang ditanam di
sebelah kanan naik, sedangkan Dul membawa serumpun Maje, dari tahun ke
tahun dusun ini terus mengalami kemajuan dan masih tetap bernama 'Talang
Gelumbang' dan pangkalannya masih tetap bernama Pangkalan Bangsali.
Setelah 40 tahun, wafatlah Kerio Ngunang, kerena perkembangan
dusun sangat pesat maka dipilih seorang pasira (Depati) oleh Susuhunan
Raja-raja Palembang, yang kedudukan di dusun Limau.
Menurut ceritanya, Dusun Limau ini dibuat oleh anak dalam
Muara Bengkulu. Rio ayung seorang anak dari Mangku Bumi Kesultanan
Majapahit padda waktu Majapahit jatuh kekuasaannya, maka kelima anak
dari Mangku Bumi melarikan diri ke Sumatera yaitu yang tertua ke daerah
Sung Sang bernama Ratu Senuhun, yang kedua di daerah Limau bernama Rio
Bayung, yang ketiga di daerah Betung bernama Rima Demam, dan dua orang
wanita di daerh Abad Penungkal (Air Hitam).
Ratu Senuhun pada waktu berlayar
perahunya tersangsang (tersangkut) dan tidak bias turun lagi, maka
daerah tersebut dinamakan Sung Sang, tetapi sebenarnya adalah Sang-Sang,
sedangkan Depati Bang Seman, anaknya yang menjabat sebagai depati,
namun istrinya meninggal, maka Depati Buta, karena matanya buta sebelah,
tetapi kewibawaannya tinggi dan pergaulannya sangatlah luas, maka
orang-orang hormat padanya. Setelah tujuh tahun beliau memegang tampuk
pemerintahan, kemudian beliau sakit dan wafat.
Setiap dusun yang ada Rio (kepala desaa) harus mempunyai seorang
khotib, yang bertugas mencatat nikah, tolak, rujuk, kematian, kelahiran,
dan persedekahan rakyat. Perhubungan laut di Dusun Limau sulit untuk
dijangkau maka diambil suatu kebijaksanaan bahwa pemerintahan Stap
Pasirah dipindahkan ke Dusun Galang Tinggi. Dusun Galang Tinggi konon
ceritanya dibuat oleh si Pahit Lidah, setelah di dusun Galang Tinggi
diadakan musyawarah dan hasil musyawarah itu terpilihlah Depati Jebah
sebagai depati pertama di dusun Galang Tinggi, lima tahun kemudian Jebah
wafat dan digantikan oleh depati Renyab.
Konon kabar di suatu desa yang bernama dusun Galang Tinggi, dusun ini
dibuat oleh seorang yang sangat sakti mandraguna karena apa yang
diucapkannya akan menjadi misalnya, seekor gajah yang sedang menyeberang
laut si Pahit Lidah berucap menjadi batu maka gajah itupun akan berubah
menjadi batu dan banyak lagi kejadian-kejadian yang lain. Oleh karena
itu, dia dijuluki si Pahit Lidah dan bukti-bukti peristiwa itu masih
dapat kita saksikan sampai sekarang. Di dusun Galing Tinggi ini kemudian
ada pertarungan untuk memilih depati harus dengan keputusan musyawarah
bersama, maka terpilihnya seorang yang bernama mentadi. Mentadi adalah
saudara kandung ibu Depati Berdin yang bungsu Thalib Wali bernama
Mentadi dipilih menjadi depati.
Setelah lebih kurang empat tahun Mentadi menjadi depati di Tanjung
Menang terjadi kemarau panjang selama Sembilan bulan. Pada waktu itu
kayu bergesekan maka keluarlah api, pada saat itu pula Mentadi sedang
membuat sebuah ladang ketika ia membakar ladangnya untuk dibersihkan
ternyata api itupun menyebar luas lalu membakar hutan-hutan dan
kampong-kampung kecil sekitarnya ada dua rumah yang di dalamnya ada
orang tua yang sedang sakit dan anak berumur dua tahun ikut terbakar dan
meninggal dunia.
Karena peristiwa itu
maka Depati Mentadi dijatuhi hukuman oleh hakim pada waktu itu, dia
dihukum selama tiga tahun penjara dan diberhentikan sebagai depati.
Penjara (obak) itu dinamakan Macan Lindung, akan tetapi Mentadi
mempunyai sahabat karib yang bernama Marem Bubok dan Jamaer yang nama
aslinya Tamsi.
Kedua sahabat Mentadi
mengharap pengadilan akan menemani Mentadi selama dalam penjara,
pengadilan pun memperbolehkan, akhirnya hukuman Mentadi diputuskan hanya
satu tahun berkat bantuan sahabatnya itu. Setelaah Mentadi berhenti
dari jabatannya sebagai depati, maka dari hasil musyawarah terpilihlah
pak Betiah sebagai depati dan beliau digelari sebagai Depati Bungkuk,
saying beliau ini buta huruf dan hanya bisa menjabat depati selama tiga
tahun.
Semasa pemerintahan
Depati Bungkuk Palembang telah jatuh kepada pemerintah Hindia Belanda.
Kemudian Depati Bungkuk berhenti hasil musyawarah terpilih kembali
Mentadi sebagai Depati untuk jabatan selama dua puluh tahun. Pada masa
kepemimpinan Depati Mentadi pejabat-pejabat pemerintah Hindia Belanda
dating ke dusun Tanjung Menang dan menanyakan mengapa nama dusun ini
Tanjung Menang dan nama Pangkalannya adalah Pangkalan Bangsali, Depati
Mentadi menerangkan bahwa dinamakan Tanjung Menang karena dusun ini
telah berhasil memenangkan peperangan melawan Lanun (bajak laut)
sedangkan Pangkalan Bangsali karena dibuat oleh Tuan Bangsali sendiri.
Setelah Pemerintah Hindia Belanda mendengar alasan yang dikemukan oleh
Depati Mentadi, maka mereka mengadakan musyawarah untuk mengubah nama
dusun Tanjung Menang menjadi Pangkalan Bali oleh karena dusun Tanjung
Menang mempunyai Balai maka namanya pun diubah menjadi Pangkalan Balai.
Pangkalan Balai adalah pelabuhan Balai tempat pertemuan oleh karena itu,
Pangkalan Balai mempunyai arti tempat berlabuh yang digunakan untuk
pertemuan-pertemuan.
Itulah asal usul nama
kota Pangkalan Balai yang terletak di Kabupaten Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan yang sekarang menjadi ibu kota Kabupaten Banyuasin
sejak 2002.