Alkisah tersebutlah cerita tentang kekejaman bajak laut di Selat Malaka yang terkenal sejak zaman Hangtuah. Wilayah kekuasaan bajak laut atau yang disebut Lanun telah menyebar sampai ke perairan Kesultanan Palembang. Sebelumnya, Puyang Beremban Besi seorang tokoh masyarakat di daerah Banyuasin pernah menumpas para bajak laut ini, sayangnya Lanun atau bajak laut yang masih hidup dilepas begitu saja pulang ke tempat asalnya. Dari cerita-cerita tersebutlah, entah generasi ke berapa para Lanun atau Bajak Laut datang kembali dengan kekuatan penuh dengan persenjataan yang lengkap mendatangi dusun Talang Gelumbang yang sudah aman, tentram dan damai, dengan tujuan merapas harta kekayaan penduduk di wilayah tersebut.
Sejak awal berdirinya dusun Talang Gelumbang telah mempunyai perangkat dusun berupa Pemimpin Keamanan, Pemimpin Kemasyarakatan, dan Pemimpin Adat. Di bawah kepemimpinan perangkat dusun inilah, mereka bebas berusaha, bertani, dan merantau meninggalkan kampung halaman untuk mencari nafkah. Ternyata kedamaian di dusun tersebut terusik dengan datangnya bajak laut atau Lanun yang sangat kejam dan berilmu sakti bernama Minak Raden.
Inilah awal perjuangan sang Srikandi Munai.
Munai adalah seorang gadis biasa yang berasal dari keluarga terhormat, dia adalah putri dari Thalib Wali pemimpin dusun Talang Gelumbang. Menurut cerita ia adalah gadis yang sangat cantik di dusun tersebut, kulitnya putih kuning dan rambutnya panjang ke lutut.
kecantikannya sudah menjadi buah bibir orang dusun tersebut, bahkan terdengar sampai ke dusun sekitar. Perihal kecantikannya Munai pun sudah diketahui keluarga Kesultanan Palembang. Salah satu Pengeran bermaksud meminang Munai untuk dijadikan sebagai selir, dan rencana ini pun ditentang dan ditolak oleh orang tua Munai, yaitu Thalib Wali yang dikenal sebagai orang yang sakti. Thalib Wali sadar bahwa penolakkanya terhadap keluarga kesultanan untuk menjadikan anaknya sebagai selir akan membawa petaka. Oleh karena itu, langsung saja diterima ayahnya. Sejak saat itu Munai resmi bertunangan. Keesokkan harinya ayah Munai Thalib Wali pergi ada urusan ke dusun seberang.
Menurut tradisi atau adat istiadat setempat, apabila seorang perempuan sudah dipertunangkan harus mematuhi ketentuan adat, yakni 'Ayam Sikok Belumbung Duo' artinya keluarga kedua belah pihak harus menjaga calon pengantin terutama perempuan, ia tidak diperkenankan mandi sendirian ke sungai, tidak diperkenankan masuk hutan dan pantangan-pantangan lainnya, apabila ingin pergi hajatan ia harus di temani kawan-kawan remajanya termasuk kebiasaan menjemur padi, menumbuk padi dan sebagainya. Seperti biasanya Munai dan remaja lainnya sedang menjemur padi, sedangkan tunangannya bekerja di sekitar dusun itu juga membelah kayu atau puntung untuk digunakan sebagai bahan bakar persedekahan. Pada saat itulah orang-orang berlarian, berteriak, "Ada Lanun" alis Perampok Bajak Laut.
Para bajak laut itu datang dengan rombongan lebih kurang 150 orang yang dipimpin oleh Minak Raden memasuki dusun Talang Gelumbang, mereka masuk ke rumah-rumah menyendera laki-laki dan perempuan serta merampas harta benda yang ada. Laki-laki diikat dan disiksa sedangkan perempuan dikumpulkan pada suatu tempat. Akhirnya para Lanun datang ke tempat Munai dan kawan-kawannya. Betapa terkejutnya Minak Raden melihat kecantikkan Munai yang menurutnya tidak ada bandingannya, lalu ia berkata "Rupanya ada bunga rupawan di sini, sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan akan kujadikan istriku",
mendengar perkataan Minak Raden, tunangan Munai menjadi naik pitam, marah dan langsung mengayunkan kapak pembelah kayu ke arah Minak Raden, tapi Minak Raden tidak terluka. Melihat kejadian tersebut anak buah Minak Raden langsung menangkap tunangan Munai dan berusaha untuk menyiksa bahkan membunuhnya. Pada saat genting tersebutlah Munai berkata " Nanti dulu tuan-tuan yang terhormat, saya mohon orang-orang dusun kami jangan disiksa dan dibunuh, silahkan ambil semua yang tuan kehendaki, tetapi jangan kami disakiti". Kemudian Minak Raden berkata lagi "Baiklah kalau begitu, tapi ada satu syarat, engkau harus bersedia menjadi istriku, aku kaya dan sangat berkuasa".
"Aku bersedia menjadi istrimu, asalkan dilamar secara baik-baik dan diramaikan melalui persedekahan yang meriah". jawab Munai.
Mendengar pernyataan Munai, tunangannya sangat kecewa dan timbul kesan bahwa Munai senang pada lelaki yang banyak istri dan sudah tua. Kemudian ia langsung lari masuk hutan karena kecewa. Melihat kejadian tersebut Munai hanya terdiam.
Kemudian Munai dengan wibawanya memerintahkan orang-ornag dusun untuk menyiapkan keromongan menyambut tamu, memotong kerbau, menghibur tamu-tamu dengan kesenian. Semua remaja dan ibu-ibu rumah tangga diperintahkan untuk bergotong-royong masak nasi, daging kerbau dan lain-lain. Khusus makanan para tamu langsung dimasak sendiri oleh Munai. Ketika makan-makan berlangsung, para tamu dihidangkan makanan yang lezat, karena mereka jarang menikmati mekanan tersebut, mereka makan dengan lahapnya seluruh lauk pauk yang dihidangkan habis dimakan.
Setelah makan dan menikmati hiburan mereka tertidur pulas, sampai keesokkan harinya tidak ada yang terbangun. Kemudian menjelang siang, Thalib Wali orang tua Munai pulang dari dusun seberang setelah diberitahukan oleh tunangan Munai, Thalib Wali memeriksa semua lanun atau bajak laut yang tertidur ternyata semuanya sudah mati, kecuali sang pemimpin Minak Raden karena ia sakti ia pun tidak ikut mati.
Tipu muslihat yang dijalankan Munai memang hebat, khususnya untuk tamu-tamu bajak laut, ternyata lauk pauk daging kerbau ia campur dengan otak gajah yang sudah tersedia dirumahnya, otak gajah ini adalah racun yang dapat membunuh secara perlahan-lahan.
Minak Raden melihat seluruh anak buahnya mati ia merasa tidak berani dan mohon ampun kepada Thalib Wali dan ia diizinkan untuk meninggalkan dusun Talang Gelumbang, langsung masuk hutan dan menghilang.
Akhirnya semua orang memuji kecerdasan dan taktik yang diperankan Munai dan tunangannya sendiri yang semula sakit hati dan kecewa memuji keberanian Munai, akhirnya ratusan mayat bajak laut tersebut dipenggal dan dipisahkan badan, kepala, dan kaki lalu dibuang ke suatu tempat yang terlindung atau menjolok ke dalam (gaung) bernama Suak, karena baunya menyengat, Suak tersebut dinamakan Suak Bangkai di kampung Napal kelurahan Pangkalan Balai Banyuasin Sumatera Selatan.
Untuk mengenang kepahlawanan Munai. Maka nama Munai diabadikan sebagai nama lapangan bola kaki yaitu 'Munai Serumpun' dan beberapa sendra tari yang banyak diperagakan oleh generasi muda sekarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar